Pengelolaan Limbah Rumah Sakit |
|
[Lingkungan] Oleh handi setio buono 2008 |
LINGKUNGAN SEKITAR KITA
by HANDI SETIO BUONO
Senin, 29 Desember 2008
Pengelolaan Limbah Rumah Sakit
TEKNOLOGI PENGOLAHAN
TEKNOLOGI PENGOLAHAN
LIMBAH CAIR TEPAT GUNA
Seorang pengusaha batik tulis sutra di Dusun Sidorejo, Kabupaten Bantul,
Batik yang dihasilkan oleh Daud memang agak berbeda dengan kain batik produksi pabrikan lain yang menggunakan teknologi cap atau sablon. Selain masih menggunakan cara konvensional, kain yang dipergunakanpun terbuat dari bahan sutera. “Dengan 50 orang karyawan, saya membatasi produksi hanya 30 helai kain pertahunnya,” jelas Daud. Maka tidak usah heran jika selembar kain batik sutera produknya dapat mencapai harga Rp. 9.000.000,-. Suatu angka yang fantastis bagi sebagian besar masyarakat Indonesia yang masih banyak hidup dibawah garis kemiskinan.
Air limbah industri batik dihasilkan dari proses pencelupan pemberian warna dan pencucian. Dari ratusan perusahaan batik yang ada di Indonesia, sedikit sekali diantara mereka yang menempatkan proses pembuatan batik sebagai karya. Perusahaan-perusahaan itu lebih melihat batik sebagai produk yang harus dibuat massif ketimbang sebagai hasil karya cipta yang spesifik dan unik. Jika Daud yang hanya memproduksi 30 helai setahun saja air limbahnya dapat membuat gangguan kesehatan kulit, apalagi pabrik batik yang memproduksi ribuan helai dalam setahunnya. Bisa dibayangkan volume air limbah yang mereka hasilkan.
Lain lagi cerita yang dialami oleh Kelompok Pengusaha Tahu-Tempe Mekar Sari Jaya, di Banjar Batur, Kota Denpasar, Bali. Menurut Basuki, ketua kelompok tersebut, selama ini mereka selalu ditekan oleh berbagai pihak, khususnya pemerintah Kota Denpasar agar segera membangun instalasi pengolahan air limbah tahu-tempe. “Kami sadar bahwa membangun IPAL merupakan kewajiban kami,” ujar Basuki sambil menjelaskan bahwa kelompoknya kini sudah menyiapkan sejumlah dana untuk menyewa lahan sebagai lokasi IPAL.
Banjar Batur selama ini terkenal sebagai sentra agro industri tahu-tempe di Denpasar. “Sepuluh tahun yang lalu daerah ini masih sepi, tidak banyak penduduk yang tinggal di Banjar Batur,” Basuki bercerita. Ketika itu kawasan yang terletak tidak jauh dari Terminal Ubung belum sepadat seperti saat ini. Mungkin hal itu yang menjadi salah satu alasan para pengusaha yang sebagian besar berasal dari jawa ini memilih Banjar Batur sebagai pusat agro industri tahu-tempe. Namun seperti yang diakui oleh Basuki, Banjar Batur kini telah menjadi bagian dari Kota Denpasar. Maka sudah kewajiban bagi pengusaha pula untuk turut menjaga kualitas lingkungan di Kota Denpasar. “Kami sanggup bekerja sama untuk membangun IPAL,” Basuki berjanji.
Di Indonesia, kisah yang dialami oleh Daud atau Basuki merupakan hal yang jamak dan mudah ditemukan. Akan tetapi tidak gampang menemukan pengusaha yang peduli terhadap pencemaran lingkungan seperti mereka. Parahnya, pemerintah dan LSM khususnya yang bergerak dibidang lingkungan hidup sebagian besar hanya dapat berteriak mengingatkan para pengusaha tersebut tanpa dapat memberikan solusi pengolahan limbah cair yang tepat guna. Hal itu terungkap dalam pertemuan tahunan antara beberapa LSM lingkungan hidup yang tergabung dalam proyek DEWATS Indonesia, di Yogyakarta, 17 – 21 Maret 2003 lalu.
DEWATS adalah singkatan dari “Decentralized Wastewater Treatment system” atau sistem pengolahan air limbah terdesentralisasi. Selain sebagai nama teknologi pengolahan limbah cair tepat guna, DEWATS juga merupakan nama program kerjasama antara BORDA (Bremen Overseas Research and Development associate) Jerman dengan LPTP (Yayasan Lembaga Pengembangan Teknologi Pedesaan) Solo, BEST (Bina Ekonomi Sosial Terpadu) Tanggerang dan Bali Fokus, Bali. Sejak tahun 1994, DEWATS Indonesia telah melayani ratusan permintaan yang sebagian besar merupakan rumah sakit, masyarakat didaerah kumuh perkotaan, peternakan sapi dan agro industri yang menghasilkan air limbah dengan kadar organik tinggi semacam industri tahu-tempe.
Wakil BORDA untuk Indonesia, Andreas Ulrich mengingatkan kepada kepada seluruh pelaku yang bergerak di bidang lingkungan hidup, n. Ia melihat saat ini banyak pihak, khususnya LSM yang hanya dapat memetakan permasalahan, tapi lupa – atau tak mampu – memberikan solusi yang mendetail hingga teknis. Begitu pula halnya dengan halnya pengusaha-pengusaha yang sudah sadar dan ingin membangun IPAL. Mereka rata-rata bingung kepada siapa harus meminta tolong membuatkan IPAL yang tepat guna, effesien dan efektif baik dari segi investasi, konstruksi, perawatan maupun operasional.
Berkaca dari realitas yang dialami oleh Daud dan Basuki diatas, BORDA melalui program DEWATS Indonesia, berupaya meningkatkan kualitas lingkungan baik kepada masyarakat di perkampungan kumuh perkotaan dengan membangun sarana fasilitas umum maupun memberikan jasa pelayanan desain, supervisi dan pembangunan IPAL kepada pengusaha industri, kecil dan menengah yang membutuhkan.
Konstruksi pengolahan limbah cair DEWATS dikenal sebagai teknologi tepat guna, karena teknologi ini tidak memerlukan biaya operasional dan pemeliharaan yang tinggi. Bahkan beberapa “produk” pengolahan limbah DEWATS mampu menghasilkan gas metan yang berguna sebagai bahan bakar pengganti elpiji atau minyak tanah. Beberapa pengusaha tahu-tempe di Boyolali dan puluhan peternak sapi di Kabupaten Semarang telah merasakan manfaat biogas dari teknologi pengolahan limbah DEWATS ini.
Selain itu teknologi DEWATS juga dapat digunakan untuk mengolah limbah cair rumah sakit dan hotel. Tidak kurang 20 rumah sakit dan hotel di Jawa dan Bali telah membangun IPAL yang menggunakan teknologi DEWATS. Umumnya unit pengolahan limbah cair rumah sakit terdiri atas pengolahan anaerob dan aerob. sebagai pengolahan anaerob digunakan ABR (Anaerobik baffle reaktor), AF (Anaerobik Filter) dan HSF (Horisontal Sand Filter) sedangkan proses aerob terjadi pada kolam indikator.
Selain itu teknologi DEWATS juga dapat dipergunakan untuk mengolah limbah domestik yang berasal dari proses mandi, cuci dan kakus. Kota Tanggerang contohnya, dimana BEST berhasil mengembangkan CBS (Community Based Sanitation) di berbagai perkampungan kumuh. Sebagai salah satu mitra BORDA sejak tahun 1999 sampai dengan tahun 2003 ini, BEST berhasil membangun dan mengelola 25 unit MCK untuk masyarakat di perkampungan kumuh. MCK yang dibangun oleh BEST Tanggerang bukan sembarang MCK.
Apakah yang membuat MCK yang dibangun oleh BEST ini berbeda? “Setidaknya ada tiga komponen kelebihan MCK yang diberi nama MCK Plus++ ini ketimbang MCK biasa,” jelas Hamzah, Direktur Eksekutif BEST Tanggerang. Pada sebuah MCK Plus++ terdapat, pertama, pelayanan sanitasi untuk masyakarakat, seperti kamar untuk mandi dan toilet juga tempat khusus untuk mencuci. Kedua, MCP Plus++ menyediakan sarana air bersih dan terakhir ialah unit pengolahan limbah DEWATS yang terintegrasi berada dibawah struktur MCK tersebut. Tiga komponen keunggulan itulah yang kemudian direplikasi di beberapa wilayah lain seperti di Surabaya dan Bali.
Sebagai mitra BORDA yang paling muda, Bali Fokus baru akan melaksanakan pembangunan MCK di Banjar Sari, Ubung, Denpasar, Bali. “MCK di Banjar Sari ini akan diberi nama MCK Jempiring,” tutur Made Yudi Arsana, Pelaksana Program DEWATS di Bali Fokus. Pria lulusan ITS ini mengakui persiapan sosial di Banjar Sari membutuhkan waktu yang relatif lama. “Kami tidak ingin MCK di Banjar Sari menjadi monumen setelah dua tahun dioperasikan,” lanjutnya. Memang selama ini proyek perbaikan sanitasi di lingkungan kumuh yang dilaksanakan oleh pemerintah tidak pernah berumur panjang. Penyebab utamanya ialah proyek pemerintah tersebut sering tidak melibatkan masyarakat. Tanpa ada partisipasi aktif masyarakat jelas tidak akan menggugah rasa kepemilikan masyarakat terhadap fasilitas umum itu.
Maka tidak mengherankan jika program pengadaan fasilitas umum semacam MCK Plus++ atau MCK Jempiring ini membutuhkan persiapan sosial antara 2 sampai 6 bulan. Persiapan sosial di Banjar Sari saja membutuhkan waktu 6 bulan. Dimulai dari proses sosialisasi dengan masyarakat, penentuan lahan, desain MCK sampai dengan kesepakatan masyarakat untuk berkontribusi dalam perawatan dan pemeliharaannya. “Bahkan nama MCK Jempiringpun merupakan saran dari salah seorang anggota masyarakat,” tambah Yudi. Ia merencanakan medio Bulan September 2003 yang akan datang, MCK Jempiring sudah bisa beroperasional. Lebih lanjut pria yang masih membujang ini berjanji akan membantu masyarakat di pemukiman padat, pengusaha tahu-tempe, peternak sapi dan babi yang berminat dan siap berkontribusi untuk membangunkan IPAL.
BIOPORI
biopori
| ||||||||
Atau dengan perkataan lain akan dapat mengurangi bahaya banjir yang mungkin terjadi. Peningkatan jumlah biopori tersebut dapat dilakukan dengan membuat lubang vertikal kedalam tanah. Lubang-lubang tersebut selanjutnya diisi bahan organik, seperti sampah-sampah organik rumah tangga, potongan rumput atau vegetasi lainnya, dan sejenisnya. Bahan organik ini kelak akan dijadikan sumber energi bagi organisme di dalam tanah sehinga aktifitas mereka akan meningkat. Dengan meningkatnya aktifitas mereka maka akan semakin banyak biopori yang terbentuk. Kesinergisan antara lubang vertikal yang dibuat dengan biopori yang terbentuk akan memungkinkan lubang-lubang ini dimanfaatlkan sebagai lubang peresapan air artifisial yang relatif murah dan ramah lingkungan. Lubang resapan ini selanjutnya di beri julukan LUBANG RESAPAN BIOPORI atau disingkat sebagai LRB. | ||||||||
Lubang resapan biopori adalah lubang silindris yang dibuat secara vertikal ke dalam tanah dengan diameter 10 - 30 cm dan kedalaman sekitar 100 cm, atau dalam kasus tanah dengan permukaan air tanah dangkal, tidak sampai melebihi kedalaman muka air tanah (Gambar 1.) Lubang diisi dengan sampah organik untuk memicu terbentuknya biopori. Biopori adalah pori-pori berbentuk lubang (terowongan kecil) yang dibuat oleh aktivitas fauna tanah atau akar tanaman (Gambar 2). Gambar 3 menunjukkan penampang dari lubang resapan biopori. | ||||||||
| ||||||||
| ||||||||
| ||||||||
| ||||||||
| ||||||||
|
BIOETANOL
Bioetanol
Latar Belakang
Seiringdengan menipisnya cadangan energi BBM, jagung menjadi alternatif yang penting sebagai bahan baku pembuatan ethanol (bahan pencampur BBM). Karenanya, kebutuhan terhadap komoditas ini pada masa mendatang diperkirakan mengalami peningkatan yang signifikan.Bioetanol (C2H5OH) adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme
- Gasohol º campuran bioetanol kering/absolut terdena-turasi dan bensin pada kadar alkohol s/d sekitar 22 %-volume.
- Istilah bioetanol identik dengan bahan bakar murni. BEX º gasohol berkadar bioetanol X %-volume.
Bahan Baku
- Nira bergula (sukrosa): nira tebu, nira nipah, nira sorgum manis, nira kelapa, nira aren, nira siwalan, sari-buah mete
- Bahan berpati: a.l. tepung-tepung sorgum biji (jagung cantel), sagu, singkong/gaplek, ubi jalar, ganyong, garut, umbi dahlia.
- Bahan berselulosa (Þ lignoselulosa):kayu, jerami, batang pisang, bagas, dll. Sekarang belum ekonomis, teknologi proses yang efektif diperkirakan akan komersial pada dekade ini !
Pemanfaatan Bioetanol
- Sebagai bahan bakar substitusi BBM pada motor berbahan bakar bensin; digunakan dalam bentuk neat 100% (B100) atau diblending dengan premium (EXX)
- Gasohol s/d E10 bisa digunakan langsung pada mobil bensin biasa (tanpa mengharuskan mesin dimodifikasi).
Sumber Karbohidrat | Hasil Panen Ton/ha/th | Perolehan Alkohol | |
Liter/ton | Liter/ha/th | ||
Singkong | 25 (236) | 180 (155) | 4500 (3658) |
Tetes | 3,6 | 270 | 973 |
Sorgum Bici | 6 | 333,4 | 2000 |
Ubi Jalar | 62,5* | 125 | 7812 |
Sagu | 6,8$ | 608 | 4133 |
Tebu | 75 | 67 | 5025 |
Nipah | 27 | 93 | 2500 |
Sorgum Manis | 80** | 75 | 6000 |
*) Panen 2 ½ kali/th; $ sagu kering; ** panen 2 kali/th. Sumber: Villanueva (1981); kecuali sagu, dari Colmes dan Newcombe (1980); sorgum manis, dari Raveendram; dan Deptan (2006) untuk singkong; tetes dan sorgum biji (tulisan baru) |
Teknologi Pengolahan Bioetanol
Teknologi produksi bioethanol berikut ini diasumsikan menggunakan jagung sebagai bahan
Secara umum, produksi bioethanol ini mencakup 3 (tiga) rangkaian proses, yaitu: Persiapan Bahan
1. Persiapan Bahan Baku
Bahan
Persiapan bahan baku beragam bergantung pada bahan bakunya, tetapi secara umum terbagi menjadi beberapa proses, yaitu:
- Tebu dan Gandum manis harus digiling untuk mengektrak gula
- Tepung dan material selulosa harus dihancurkan untuk memecahkan susunan tepungnya agar bisa berinteraksi dengan air secara baik
- Pemasakan, Tepung dikonversi menjadi gula melalui proses pemecahan menjadi gula kompleks (liquefaction) dan sakarifikasi (Saccharification) dengan penambahan air, enzyme serta panas (enzim hidrolisis). Pemilihan jenis enzim sangat bergantung terhadap supplier untuk menentukan pengontrolan proses pemasakan.
Tahap Liquefaction memerlukan penanganan sebagai berikut:
- Pencampuran dengan air secara merata hingga menjadi bubur
- Pengaturan pH agar sesuai dengan kondisi kerja enzim
- Penambahan enzim (alpha-amilase) dengan perbandingan yang tepat
- Pemanasan bubur hingga kisaran 80 sd 90 C, dimana tepung-tepung yang bebas akan mengalami gelatinasi (mengental seperti Jelly) seiring dengan kenaikan suhu, sampai suhu optimum enzim bekerja memecahkan struktur tepung secara kimiawi menjadi gula komplek (dextrin). Proses Liquefaction selesai ditandai dengan parameter dimana bubur yang diproses menjadi lebih cair seperti sup.
Tahap sakarifikasi (pemecahan gula kompleks menjadi gula sederhana) melibatkan proses sebagai berikut:
- Pendinginan bubur sampai suhu optimum enzim sakarifikasi bekerja
- Pengaturan pH optimum enzim
- Penambahan enzim (glukoamilase) secara tepat
- Mempertahankan pH dan temperature pada rentang 50 sd 60 C sampai proses sakarifikasi selesai (dilakukan dengan pengetesan gula sederhana yang dihasilkan)
2. Fermentasi
Pada tahap ini, tepung telah sampai pada titik telah berubah menjadi gula sederhana (glukosa dan sebagian fruktosa) dimana proses selanjutnya melibatkan penambahan enzim yang diletakkan pada ragi (yeast) agar dapat bekerja pada suhu optimum. Proses fermentasi ini akan menghasilkan etanol dan CO2.
Bubur kemudian dialirkan kedalam tangki fermentasi dan didinginkan pada suhu optimum kisaran 27 sd 32 C, dan membutuhkan ketelitian agar tidak terkontaminasi oleh mikroba lainnya. Karena itu keseluruhan rangkaian proses dari liquefaction, sakarifikasi dan fermentasi haruslah dilakukan pada kondisi bebas kontaminan.
Selanjutnya ragi akan menghasilkan ethanol sampai kandungan etanol dalam tangki mencapai 8 sd 12 % (biasa disebut dengan cairan beer), dan selanjutnya ragi tersebut akan menjadi tidak aktif, karena kelebihan etanol akan berakibat racun bagi ragi.
Dan tahap selanjutnya yang dilakukan adalah destilasi, namun sebelum destilasi perlu dilakukan pemisahan padatan-cairan, untuk menghindari terjadinya clogging selama proses distilasi.
3. Pemurnian / Distilasi
Distilasi dilakukan untuk memisahkan etanol dari beer (sebagian besar adalah air dan etanol). Titik didih etanol murni adalah 78 C sedangkan air adalah 100 C (Kondisi standar). Dengan memanaskan larutan pada suhu rentang 78 - 100 C akan mengakibatkan sebagian besar etanol menguap, dan melalui unit kondensasi akan bisa dihasilkan etanol dengan konsentrasi 95 % volume.
Prosentase Penggunaan Energy
Prosentase perkiraan penggunaan energi panas/steam dan listrik diuraikan dalam tabel berikut ini:
Prosentase Penggunaan Energi | ||
Identifikasi | Proses Steam | Listrik |
Penerimaan bahan | 0 % | 6.1 % |
Pemasakan (liquefaction) dan Sakarifikasi | 30.5 % | 2.6 % |
Produksi Enzim Amilase | 0.7 % | 20.4 % |
Fermentasi | 0.2 % | 4 % |
Distilasi | 58.5 % | 1.6 % |
Etanol Dehidrasi (jika ada) | 6.4 % | 27.1 % |
Penyimpanan Produk | 0 % | 0.7 % |
Utilitas | 2.7 % | 27 %> |
Bangunan | 1 %> | 0.5 % |
TOTAL | 100 % | 100 % |
Sumber: A Guide to Commercial-Scale Ethanol Production and Financing, Solar Energy Research Institute (SERI), |
Peralatan Proses
Adapun rangkaian peralatan proses adalah sebagai berikut:
- Peralatan penggilingan
- Pemasak, termasuk support, pengaduk dan motor, steam line dan insulasi
- External Heat Exchanger
- Pemisah padatan - cairan (Solid Liquid Separators)
- Tangki Penampung Bubur
- Unit Fermentasi (Fermentor) dengan pengaduk serta motor
- Unit Distilasi, termasuk pompa, heat exchanger dan alat kontrol
- Boiler, termasuk system feed water dan softener
- Tangki Penyimpan sisa, termasuk fitting
BIODIESEL
Biodiesel
Biodiesel adalah bahan bakar motor diesel yang berupa ester alkil/alkil asam-asam lemak (biasanya ester metil) yang dibuat dari minyak nabati melalui proses trans atau esterifikasi. stilah biodiesel identik dengan bahan bakar murni. Campuran biodiesel (BXX) adalah biodiesel sebanyak XX`% yang telah dicampur dengan solar sejumlah 1-XX %
Latar Belakang Kebutuhan Biodiesel di
Bahan bakar mesin diesel yang berupa ester metil/etil asam-asam lemak. Dibuat dari minyak-lemak nabati dengan proses metanolisis/etanolisis. Produk-ikutan: gliserin. Atau dari asam lemak (bebas) dengan proses esterifi-kasi dgn metanol/etanol. Produk-ikutan : air Kompatibel dengan solar, berdaya lumas lebih baik. Berkadar belerang hampir nihil,umumnya < bxx =" camp.">
Keuntungan Pemakaian Biodiesel
- Dihasilkan dari sumber daya energi terbarukan dan ketersediaan bahan bakunya terjamin
- Cetane number tinggi (bilangan yang menunjukkan ukuran baik tidaknya kualitas solar berdasar sifat kecepatan bakar dalam ruang bakar mesin)
- Viskositas tinggi sehingga mempunyai sifat pelumasan yang lebih baik daripada solar sehingga memperpanjang umur pakai mesin
- Dapat diproduksi secara lokal
- Mempunyai kandungan sulfur yang rendah
- Menurunkan tingkat opasiti asap
- Menurunkan emisi gas buang
- Pencampuran biodiesel dengan petroleum diesel dapat meningkatkan biodegradibility petroleum diesel sampai 500 %
Bahan Baku Biodiesel
Minyak nabati sebagai sumber utama biodiesel dapat dipenuhi oleh berbagai macam jenis tumbuhan tergantung pada sumberdaya utama yang banyak terdapat di suatu tempat/negara.
Beberapa sumber minyak nabati yang potensial sebagai bahan
Nama Lokal | Nama Latin | Sumber Minyak | Isi | P / NP |
Jarak Pagar | Jatropha Curcas | Inti biji | 40-60 | NP |
Jarak Kaliki | Riccinus Communis | Biji | 45-50 | NP |
Kacang Suuk | Arachis Hypogea | Biji | 35-55 | P |
Kapok / Randu | Ceiba Pantandra | Biji | 24-40 | NP |
Karet | Hevea Brasiliensis | Biji | 40-50 | P |
Kecipir | Psophocarpus Tetrag | Biji | 15-20 | P |
Kelapa | Cocos Nucifera | Inti biji | 60-70 | P |
Kelor | Moringa Oleifera | Biji | 30-49 | P |
Kemiri | Aleurites Moluccana | Inti biji | 57-69 | NP |
Kusambi | Sleichera Trijuga | Sabut | 55-70 | NP |
Nimba | Azadiruchta Indica | Inti biji | 40-50 | NP |
Saga Utan | Adenanthera Pavonina | Inti biji | 14-28 | P |
Sawit | Elais Suincencis | Sabut dan biji | 45-70 + 46-54 | P |
Nyamplung | Callophyllum Lanceatum | Inti biji | 40-73 | P |
Randu Alas | Bombax Malabaricum | Biji | 18-26 | NP |
Sirsak | Annona Muricata | Inti biji | 20-30 | NP |
Srikaya | Annona Squosa | Biji | 15-20 | NP |
INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH SAKIT
Pendahuluan
Di masa lalu, suatu rumah sakit dibangun di suatu wllayah yang jaraknya cukup jauh dan daerah pemukiman, dan biasanya dekat dengan sungai dengan pertimbangan agar pengelolaan limbah baik padat rnaupun cair tidak berdampak negatif terhadap penduduk, atau bila ada dampak negatif maka dampak tersebut dapat diperkecil.
Untuk pengolahan air limbah rumah sakit dengan kapasitas yang besar, umuninya menggunakan teknlogi pengolahan air lirnbah °Lurnpur Aktir atau Activated Sludge Process, tetapi untuk kapasitas kecil cara tersebut kurang ekonmis karena biaya operasinya cukup besar. Air limbah rumah sakit adalah seluruh buangan cair yang berasal dan hasil proses seluruh kegiatan rumah sakit yang meliputi: limbah domestik cair yakni buangan kamar mandi, dapur, air bekas pencucian pakaian; Limbah cair klinis yakni air Limbah yang berasal dan kegiatan klinis rumah sakit misalnya air bekas cucian luka, cucian darah dll.; air lirnbah laboratorium; dan lainnya.
Air limbah rumah sakit yang berasal dan buangan domestik maupun buangan limbah cair klinis umumnya mengandung senyawa polutan organik yang cukup tinggi, dan dapat diolah dengan proses pengolahan secara biologis, sedangkan untuk air limbah rumah sakit yang benasal dari laboratorium biasanya banyak rnengandung logam berat yang mana bila air limbah tersebut dialirkan ke dalam dapat mengganggu proses pengolahannya. OIeh karena itu untuk pengelolaan air limbah rumah sakit, maka air limbah yang berasal dari laboratorium dipisahkan dan ditampung, kemudian diolah secara kimia-fisika, Selanjutnya air olahannya dialirkan bersania-sama dengan air limbah yang lain, dan selanjutnya diolah dengan proses pengolahan secara biologis. Diagram proses pengelolaan air limbah rumah sakit secara umum dapat dilihat seperti pada gambar I.
Gambar 1: Diagram pengelolaan air limbah rumah sakit
Proses Pengolahan
Seluruh air limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit, yakni yang berasal dari limbah domestik maupun air limbah yang berasal dari kegiatan klinis rumah sakit dikumpulkan melalui saluran pipa pengumpul. Selanjutnya dialirkan ke bak kontrol. Fungsi bak kontrol adalah untuk mencegah sampah padat misalnya plastik, kaleng, kayu agar tidak masuk ke dalam unit pengolahan limbah, serta rnencegah padatan yang tidak bisa terurai misalnya lumpur, pasir, abu gosok dan lainnya agar tidak masuk kedalam unit pengolahan limbah. Dari bak kontrol, air limbah dialirkan ke bak pengurai anaerob. Bak pengurai anaerob dibagi menjadi tiga buah ruangan yakni bak pengendapan atau bak pengurai awal, biofilter anaerob tercelup dengan aliran dari bawah ke atas (Up Flow), serta bak stabilisasi.
Selanjutnya dari bak stabilisasi, air limbah dialirkan ke unit pengolahan lanjut. Unit pengolahan lanjut tersebut terdiri dari beberapa buah ruangan yang berisi media untuk pembiakan mikro-organisme yang akan menguraikan senyawa polutan yang ada di dalam air limbah. Setelah melalui unit pengolahan lanjut , air hasil olahan dialirkan ke bak khloronasi. Di dalam bak khloronasi air limbah dikontakkan dengan khlor tablet agar seluruh mikroorganisme patogen dapat dimatikan. Dari bak khlorinasi air limbah sudah dapat dibuang langsung ke sungai atau saluran umum.
Bentuk dan Prototipe Alat
Rancangan prototipe alat dirancang yang digunakan untuk uji coba pegolahan air limbah rumah sakit ditunjukkan sepenti pada Garnbar IV.1. Prototipe alat ini secara garis besar tendiri dari bak pengendapan/pengurai anaerob dan unit pengolahan lanjut dengan sistem biofilter anaerob-aenob. Bak pengurai anaerob dibuat dari bahan beton cor atau dari bahan fiber glas (FRP), disesuaikan dengan kondisi yang ada. Ukuran bak pengurai anaerob yakni panjang 160 cm, lebar 160 cm, dan kedalaman efektif sekitar 200 cm, dengan waktu tinggal sekitar 8 jam.
Unit pengolahan lanjut dibuat dari bahan fiber glas (FRP) dan dibuat dalam bentuk yang kompak dan langsung dapat dipasang dengan ukuran panjang 310 cm, lebar 100 cm dan tinggi 190 cm. Ruangan di dalam alat tersebut dibagi menjadi beberapa zona yakni ruangan pengendapan awal, zona biofilter anaerob, zona biofilter aerob dan rungan pengendapan akhir. Media yang digunakan untuk biofiiter adalah batu apung atau batu pecah dengan ukuran 1-2 cm, atau dari bahan lain misainya zeolit, batubara (anthrasit), plastik dan lainnnya.
Selain itu, air limbah yang ada di dalam ruangan pengendapan akhir sebagian disirkulasi ke zona aerob dengan menggunakan pompa sirkulasi.
Gambar 2: Diagram proses pengolahan air limbah rumah sakit
Kapasitas Alat
Prototipe alat ini dirancang untuk dapat mengolah air limbah sebesar 10 -15 m 3/hari, yang dapat melayani rumah sakit dengan 30 —50 bed.
Lokasi Penempatan Alat
Uji coba prototipe alat pengolah air limbah rumah sakit dilakukan Rumah Sakit “Makna”, Ciledug, Tangerang. Air yang diolah adalah seluruh limbah cair yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit, yakni baik yang berasal dari limbah domestik maupun limbah yang berasal dari limbah klinis.
Gambar 3: Penampang melintang
Gambar 4: Pembangunan IPAL di dalam tanah
Gambar 5: IPAL RS. Jatiroto, Jawa Timur
ATASI BANJIR DENGAN TEKNOLOGI LUBANG RESAPAN BIOPORI
Apakah kamu tidak memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah menurunkan air dari langit, maka diaturnya menjadi sumber-sumber air yang mengalir, kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air tanaman yang bermacam-macam warnanya, lalu ia menjadi kering dan kamu melihatnya kekuning-kuningan, kemudian dijadikan-Nya hancur berderai-derai. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal (QS Az-Zumar:21).
Ayat Al-Quran itulah yang menjadi dasar Peneliti Institut Pertanian Bogor yang juga staf Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB Ir. Kamir R. Brata, Msc mengembangkan penemuan ilmiahnya tentang Lubang Serapan Biopori untuk mencegah banjir. Ia juga memanfaatkan sampah organik, untuk menghidupkan mahkluk kecil dalam tanah yang berguna sebagai penghasil sumber air baru.
Teknologi ini diawali dengan pembuatan lubang sedalam 120 centimeter atau disesuaikan dengan jenis tanah, dengan diameter sekitar 10 centimeter. Langkah selanjutnya adalah memasukan sampah lapuk dua sampai tiga kilogram tergantung jenisnya ke dalam lubang tersebut, lalu tutup dengan kawat jaring agar orang yang menginjaknya tidak terperosok.
Teknologi ini menurut Kamir, bisa diterapkan diselokan yang seluruhnya tertutup semen ataupun dihalaman rumah. Air hujan yang masuk dengan mudah ketanah dan terserap ke dalam lubang yang bisa dibuat lebih dari satu itu. Bagaimana perjalanan Kamir R. Brata sampai menemukan teknologi Lubang Serapan Biopori ini? Berikut bincang-bincan eramuslim di tempat kediamannya di Bogor.
Sebenarnya apa yang mengilhami anda menemukan teknologi baru seperti ini?
Saya terinspirasi bahwa segala sesuatu yang ada dimuka bumi ini tidak mubazir. Air penting bagi kehidupan jangan dibuang, sampah juga penting jangan dibuang. Sudah jelas masalahnya, karena itu saya menggunakannya dalam penelitian ini. Semua orang dapat memanfaatkannya tanpa alasan, dengan segera, agar tidak terlalu banyak kemubaziran dan kita dapat merasakan manfaatnya.
Yang banyak terjadi sekarang para ahli dan orang selalu digoda setan, dan menggampangkan permasalahan yang bisa berdampak besar. Misalnya biar saja buang sedikit sampah ataupun air dari atas pegunungan. Sedikit mula-mula memang tidak membahayakan. Tetapi kalau semua melakukannya pasti akan terjadi musibah.
Saya selaku orang Muslim, menyadari bahwa pelaksanaan ibadah yang dilakukan harus disertai dengan ketaatan kita dalam menjalankan perintahNya. Hal itu dapat terlihat kalau kita tidak mentaati apa yang menjadi perintah Tuhan, Dia akan menurunkan berbagai cobaan dan musibah. Karena itu, sebagai seorang ahli yang mengetahui sistem ekologi tanah, di mana antara ekosistem antara makhluk hidup yang berada di dalam tanah dan makhluk yang tak hidupnya saling ketergantungan, maka kita perlu mengupayakan agar ekosistem tanah tetap utuh dan tidak rusak demi kelangsungan kedua jenis makhluk yang ada didalamnya.
Sampah yang kita buang, lama kelamaan semakin banyak dan akan menjadi beban bagi lingkungan, dan juga beban bagi manusia, karena tempat tinggalnya harus dipakai untuk membuang sampah. Banyak juga yang berinisiatif membuangnya kesungai ataupun saluran air, itupun akan menimbulkan dampak baru yakni meluapnya air sungai.
Karena itu saya berupaya mencari sebuah teknologi dan sebagai orang yang beragama pun saya terpanggil untuk melakukan perubahan. Kita memang sudah mengenal yang namanya sumur resapan air, tapi proses itu masih belum bisa mencegah kemubaziran, karena tanahnya, hasil galian yang tidak sedikit itu harus dibuang ke tempat lain. Selain itu air yang meresap tidak terlalu banyak, sangat sulit memeliharanya.
Atas pemikiran itu serta dengan alasan saya mengetahui makhluk Tuhan yang ada di dalam tanah perlu dibantu untuk terus mendapatkan makanan dari bahan organik, maka saya mencoba membuat Lubang Serapan Biopori ini.
Sebenarnya apa yang menjadi keunggulan teknologi ini?
Air merupakan bagian dari makhluk hidup ada yang menyerap 50 persen dalam badannya, ada yang 80 persen, tanpa air makhluk hidup akan mati. Selain membutuhkan air, makhluk hidup membutuhkan oksigen dan juga makanan. Yang bisa menghidupi itu adalah mereka yang bisa memanfaatkan sinar matahari untuk berfotosintesis yakni tumbuhan dan tanaman, mereka membutuhkan makanan dan energi yang diserap melalui akar yang ada ditanah. Proses ini terjadi dengan sempurna apabila kandungan air dalam tanah cukup dan tidak berlebihan.
Jika air tanah masih utuh maka kerja makhluk di bawah tanah ini akan mengganti air yang hilang karena penguapan diambil oleh tanaman dan manusia, dan perlahan-lahan muncul sumber air baru yang akn dialirkan ke sungai, untuk danau dan situ-situ, serta dapat mendorong air asin tidak masuk kedarataan. Itu akan terjadi jika air cukup diserap oleh tanah. Sebagian orang menganggap itu kerja dari hutan, lantaran mereka melas mengurusnya lagi maka sedikit demi sedikit hutan diubah menjadi kebun yang jelas fungsinya berbeda. Ini yang lama kelamaan diselewengkan.
Saya mencoba berpikir bahwa lubang-lubang kecil bisa dibuat oleh siapapun, katakanlah hutan yang tidak ada penghuninya saja mempunyai lubang-lubang kecil atau Biopori. Kenapa disebut Biopori, sebab lubang yang dibuat itu diisi dengan bahan organik, mulanya cacing, dan di situ tidak ada pencemaran, karena bahan organik semuanya akan larut dan hilang, dan di dalam lubang itu terdapat celah-celah cabang.
Dengan teknologi ini, kita membuat tempat untuk makhluk hidup untuk penyerapan air, dengan memanfaatkan apa yang harus kita buang. Namun yang tidak semua jenis sampah yang bisa ditampung, khusus sampah organik saja. Oleh karena itu yang paling dibutuhkan dalam penerapan teknologi ini adalah kesadaram untuk tidak membuang sampah karena sampah itu adalah sumber daya, apapun jenis sampahnya. Sampah yang tidak lapuk bisa dimanfaatkan oleh pemulung menjadi bahan industri.
Karena itu ubahlah kebiasaan kita, agar selalu memisahkan sampah organik dan non organik. Serta jangan selalu membuang sampah di tempat penampungan, selain menimbulkan bau, sarang lalat, dan tikus, juga dapat merusak lingkungan. Apalagi jika diendapkan di tempat pembuangan akhir sampah, itu akan lama lapuknya dan dapat menghasilkan zat metana yang apabila tidak disalurkan bisa meledak seperti yang terjadi di TPA Luwi Gajah.
Teknologi ini bisa diterapkan di mana saja?
Karena sejak awal saya memikirkan bahwa ini sangat mudah untuk diterapkan, maka tidak ada alasan bagi orang yang membuang sampah dan menggunakan air untuk tidak melakukannya. Artinya setiap orang yang menghasilkan sampah dan menggunkan air maka semua wajib memproses sampahnya sendiri, jangan dibuang ke tempat lain, demikian juga dengan air. Mau lahannya sudah ditutup oleh bangunan ataupun jalan, apalagi yang masih terbuka harus melakukan cara ini. Kenapa ini diwajibkan, jangankan yang tertutup dengan bidang kedap yang dibuat manusia, lahan pertanian dan perkebunan yang masih kosong saja teknologinya membuat kelebihan air untuk dibuang.
Dengan teknologi ini semua orang dapat memanfaatkan air yang sangat dibutuhkan oleh kehidupan di mana saja. Karena curah hujan ini tidak hanya jatuh dikawasan situ saja, sehingga yang paling gampang agar tidak membebani lingkungan, semua orang harus membuat peresapan itu dengan baik. Setelah saya terangkan dengan mudah, diharapkan ini bisa diterapkan oleh semua orang.
Apakah ini bisa meminimalisir banjir seperti yang terjadi di kota Jakarta?
Air menjadi penyebab banjir kalau drainase tidak bisa menampung air saat itu. Jika hujan jatuh secara merata bukan di sungai, di daratan kita resapkan dan meresapnya juga perlahan-lahan, itu akan menjadi sumber air baru. Kalau tidak diresapkan darimana pun air berasal, hutan, kebun maupun pemukiman kalau dibiarkan akan membebankan sungai. Apalagi kalau ditambah dengan sampah yang dibuang sembarangan. Ini akan menjadi sumbatan bagi sungai dan menimbulkan pencemaan baru bagi sumber air. Jika teknologi ini diterapkan maka banjir yang lima tahunan terjadi pasti tidak seberat sekarang ini. Saya menganggap banjir yang terjadi ini disebakan rencana umum tata ruang yang belum dilakukan dengan baik.
Penemuan anda ini sepertinya harus dibarengi dengan kesadaran masyarakat, apakah ada upaya dari IPB bekerjasama dengan pihak lain untuk membangkitka kesadaran masyarakat itu?
Setelah ada media yang mulai mengangkat hasil penelitian ini, saya merasa mempunyai tanggung jawab moral, setelah mengetahui ada teknologi yang mudah, dan kira-kira semua orang bisa menerapkannya. Saya mewacanakan ini. Dan untuk merubah kebiasaan masyarakat, harus ada perubahan persepsi, bahwa sampah itu jangan dibuang. Memang tidak mudah, karena pasti mereka berfikiran sampah akan mencemarkan pemukiman kita.
Apakah penemuan teknologi lubang serapan Biopori ini sudah anda sosialisasikan kepada pemerintah dan apa tanggapan dari pemerintah?
Saya sudah tawarkan pada Departemen Pertanian, tapi belum ada tanggapan. Karena itu saya mencoba sosialisasikan melalui anda (media), meskipun tidak secara langsung, namun paling tidak ini dapat menjadi pilihan bagi masyarakat. Saya akui ini memang agak sulit untuk disebarkan langsung, karena aparat dibawahnya masih mengikuti petunjuk teknis dari departemen terkait. Tetapi jika departemen mengetahui ada pilihan yang lebih aman, bisa melakukannya.
Apa kelemahan hasil penemuan anda ini, misalnya saja sampah organik ini busuk dan menjadi bau?
Saya sedang menanti-nanti apa yang menjadi kelemahannya. Menurut saya, kalau bahan organik itu berada pada lubang yang kecil bisa masuk cacing, proses itu akan diuraikan, tidak mungkin menjadi kotor dan bau. Tetapi kalau lubang besar, busuk, karena terlalu banyak, sampah sulit diuraikan. Karena itu sampah harus disebarkan, jangan hanya berada disatu tempat. Hasilnya itu juga bisa dijadikan kompos.
Berapa biaya yang dikeluarkan untuk lubang serapan Biopori ini?
Kalau untuk membuat lubangnya, kita hanya memerlukan bor tanah. Paling mudah karena dapat dilakukan secara manual dengan bor tanah dengan harga 200-300 ribu dan itu bisa dipakai oleh puluhan orang dalam waktu yang lama. Dapat dipakai untuk membuat lubang tambahan. Jika dibandingkan dengan sumur serapan, biayanya akan lebih mahal. Dengan lubang kecil ini air akan menyerap lebih cepat, karena air yang masuk sedikit dan menyebar. Untuk penerapan teknologi ini biayanya tidak terlalu besar, tetapi efektivitasnya lebih besar