tag:blogger.com,1999:blog-35921197143788587042024-03-13T05:57:26.630-07:00LINGKUNGAN SEKITAR KITAby HANDI SETIO BUONOHandi Setio Buonohttp://www.blogger.com/profile/17745541839665127676noreply@blogger.comBlogger11125tag:blogger.com,1999:blog-3592119714378858704.post-88523270278492752872008-12-29T18:35:00.000-08:002008-12-29T18:36:53.898-08:00Pengelolaan Limbah Rumah Sakit<table class="MsoNormalTable" style="width: 100%;" border="0" cellpadding="0" cellspacing="1" width="100%"> <tbody><tr style=""> <td style="padding: 0.75pt;"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><b><span style="font-size: 8pt; font-family: Verdana;"><span style=""> </span><o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><b><span style="font-size: 8pt; font-family: Verdana;">Pengelolaan Limbah Rumah Sakit</span></b><span style="font-size: 8pt; font-family: Verdana;"><o:p></o:p></span></p> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0.75pt;"> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 12pt;"><span style="font-size: 8pt; font-family: Verdana;"><o:p> </o:p></span></p> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0.75pt;"> <p class="MsoNormal"><b><span style="font-size: 8pt; font-family: Verdana;">[Lingkungan]</span></b><span style="font-size: 8pt; font-family: Verdana;"> <o:p></o:p></span></p> <p><span style="font-size: 8pt; font-family: Verdana;">Oleh handi setio buono 2008<br /> <br /> Jutaan jenis sumber penyakit setiap saat mengancam lingkungan kita. Sebagiannya berasal dari limbah, baik limbah industri, limbah rumah tangga maupun limbah rumah sakit. Penelitian dan pencarian solusi terus dilakukan. Tantangan ke depan adalah bagaimana mendaur ulang limbah yang ditakuti menghasilkan bahan yang dibutuhkan.<br /> <br /> Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang Pokok-Pokok Kesehatan menyebutkan bahwa setiap warga negara Indonesia berhak memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Oleh karena itu Pemerintah menyelenggarakan usaha-usaha pencegahan dan pemberantasan penyakit, pencegahan dan penanggulangan pencemaran, pemulihan kesehatan, penerangan dan pendidikan kesehatan pada rakyat dan lain sebagainya. Usaha peningkatan dan pemeliharaan kesehatan harus dilakukan secara terus menerus, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan. Sejalan dengan itu, perlindungan terhadap bahaya pencemaran lingkungan juga perlu mendapat perhatian khusus dan diharapkan mengalami kemajuan.<br /> <br /> Makin disadari bahwa kegiatan rumah sakit (RS) yang sangat kompleks tidak saja memberikan dampak positif bagi masyarakat sekitarnya, tapi juga mungkin dampak negative berupa cemaran akibat proses kegiatan maupun limbah yang dibuang tanpa pengelolaan yang benar. Limbah berupa virus dan kuman yang berasal dan Laboratorium Virologi dan Mikrobiologi dapat membahayakan kesehatan para petugas, pasien maupun masyarakat. Sampai saat ini belum ada alat penangkalnya sehingga sulit dideteksi. Selain itu, limbah cair, limbah padat dan limbah gas yang dihasilkan RS dapat pula menjadi media penyebaran gangguan atau penyakit, berupa pencemaran udara, pencemaran air, tanah, pencemaran makanan dan minuman.<br /> <br /> Pengelolaan limbah RS yang tidak baik akan memicu resiko terjadinya kecelakaan kerja dan penularan penyakit dari pasien ke pekerja, dari pasien ke pasien, dari pekerja ke pasien, maupun dari dan kepada masyarakat pengunjung RS. Tentu saja RS sebagai institusi yang sosio-ekonomis karena tugasnya memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, tidak terlepas dari tanggung jawab pengelolaan limbah yang dihasilkan.<br /> <br /> Untuk menjamin keselamatan dan kesehatan awak RS maupun orang lain yang berada di lingkungan RS dan sekitarnya, Pemerintah (dhi Depkes) telah menyiapkan perangkat lunak berupa peraturan, pedoman dan kebijakan yang mengatur pengelolaan dan peningkatan kesehatan di lingkungan RS, termasuk pengelolaan limbah RS.<br /> <br /> Di samping itu secara bertahap dan berkesinambungan Depkes juga telah mengupayakan instalasi pengelolaan limbah pada RS-RS pemerintah. Namun pengelolaan limbah tersebut masih perlu ditingkatkan lagi. Tantangan ke depan adalah bagaimana "menyulap" limbah yang semula menjadi sumber penyakit yang ditakuti masyarakat menjadi bahan yang dapat didaur ulang, misalnya menjadi air bersih, pupuk, atau energi yang dibutuhkan masyarakat.<br /> <br /> Potensi pencemaran limbah RS<br /> <br /> Dalam profil kesehatan Indonesia, Depkes, 1997, diungkapkan seluruh RS di Indonesia berjumlah 1090 dengan 121.996 tempat tidur. Hasil kajian terhadap 100 RS di Jawa dan Bali menunjukkan, rata-rata produksi sampah kering 3,2 kilogram/ tempat tidur/hari, dan produksi limbah cair 416,8 liter/tempat tidur/hari. Di negara maju, jumlah limbah RS diperkirakan 0,5 -0,6 kilogram/tempat tidur/hari.<br /> <br /> Analisis lebih jauh menunjukkan, produksi limbah padat 76,8 persen dan limbah infektius 23,2 persen. Diperkirakan secara nasional produksi sampah (limbah padat) RS sebesar 376.089 ton/hari dan produksi limbah cair 48.985,70 ton/hari. Dapat dibayangkan betapa besar potensi RS untuk mencemari lingkungan dan kemgngkinannya menimbulkan kecelakaan serta penularan penyakit.<br /> <br /> Dampak terhadap kesehatan lingkungan<br /> <br /> Limbah RS mengandung bermacam mikroorganisme bergantung pada jenis RS dan tingkat pengolahannya sebelum dibuang. Limbah cair RS dapat mengandung bahan organik dan anorganik yang umumnya diukur dengan parameter BOD, COD, TSS, dan lain-lain. Sedangkan limbah padat RS terdiri atas sampah yang mudah membusuk, mudah terbakar, dan Iain-lain. Limbah-limbah tersebut kemungkinan besar mengandung mikroorganisme pathogen atau bahan kimia beracun berbahaya . (B3) yang dapat menyebabkan penyakit infeksi dan dapat tersebar ke lingkungan RS gara-gara teknik pelayanan kesehatan yang kurang memadai, kesalahan penanganan bahan-bahan terkontaminasi dan peralatan, serta penyediaan dan pemeliharaan sarana sanitasi yang masih buruk.<br /> <br /> Pembuangan limbah yang cukup besar ini paling baik jika dilakukan dengan memilah-milah limbah ke dalam pelbagai kategori dan masing-masing jenis kategori dibuang dengan cara yang berbeda. Prinsip umum pembuangan limbah RS adalah sejauh mungkin menghindari resiko kontaminsai dan trauma (injury).<br /> <br /> Jenis-jenis limbah RS meliputi limbah klinik, limbah bukan klinik, limbah patologi, limbah dapur, dan limbah radioaktif. Limbah Klinik dihasilkan selama pelayanan pasien secara rutin, pembedahan dan di unit-unit resiko tinggi. </span><span style="font-size: 8pt; font-family: Verdana;" lang="SV">Contohnya perban (pembalut) yang kotor, cairan badan, anggota badan yang diamputasi, jarum dan semprit bekas, kantung urin dan produk darah. Limbah ini mungkin berbahaya dan mengakibatkan resiko tinggi infeksi kuman terhadap pasien lain, staf rumah sakit dan populasi umum (pengunjung RS dan penduduk sekitar RS). Oleh karena itu perlu diberi label yang jelas sebagai resiko tinggi.<br /> <br /> Limbah bukan klinik meliputi kertas-kertas pembungkus atau kantong dan plastik yang tidak berkaitan dengan cairan badan. Meskipun tidak menimbulkan resiko penyakit, limbah ini cukup merepotkan karena memerlukan tempat yang besar untuk mengangkut dan mambuangnya.<br /> <br /> Limbah patologi juga dianggap beresiko tinggi dan sebaiknya di-otoklaf sebelum keluar dari unit patologi. Limbah ini pun harus diberi label biohazard.<br /> <br /> Limbah dapur mencakup sisa-sisa makanan dan air kotor. Berbagai serangga seperti kecoa, kutu dan tikus merupakan gangguan bagi staf, pasien maupun pengunjung rumah sakit.<br /> <br /> Limbah radioaktif walaupun tidak menimbulkan persoalan pengendalian infeksi di rumah sakit, pembuangannya secara aman perlu diatur dengan baik .<br /> <br /> Upaya pengelolaan limbah RS<br /> <br /> Pengolahan limbah pada dasarnya merupakan upaya mengurangi volume, konsentrasi atau bahaya limbah, setelah proses produksi atau kegiatan, melalui proses fisika, kimia atau hayati. Upaya pertama yang harus dilakukan adalah upaya preventif yaitu mengurangi volume bahaya limbah yang dikeluarkan ke lingkungan yang meliputi upaya mengurangi limbah pada sumbernya, serta upaya pemanfaatan limbah.<br /> <br /> Program minimisasi limbah di Indonesia baru mulai digalakkan, bagi RS masih merupakan hal baru, yang tujuannya untuk mengurangi jumlah limbah dan pengolahan limbah yang masih mempunyai nilai ekonomis. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengungkapkan pilihan teknologi mana yang terbaik untuk pengolahan limbah, khususnya limbah berbahaya antara lain reduksi limbah (wasfe reduction), minimisasi limbah (waste minimization), pemberantasan limbah (waste abatement), pencegahan peF&emaran (waste prevention) dan reduksi pada sumbemya (source reduction).<br /> <br /> Reduksi limbah pada sumbernya merupakan prioritas atas dasar pertimbangan antara lain meningkatkan efisiensi kegiatan, biaya pengolahannya relatif murah dan pelaksanaannya relatif mudah.<br /> <br /> Berbagai cara yang digunakan untuk reduksi limbah pada sumbernya adalah:<br /> 1. House keeping yang baik, dilakukan demi menjaga kebersihan lingkungan dengan mencegah terjadinya ceceran, tumpahan atau kebocoran bahan serta menangani limbah yang terjadi dengan sebaik mungkin.<br /> 2. Segregasi aliran limbah, yakni memisahkan berbagai jenis aliran limbah menurut jenis komponen, konsentrasi atau keadaanya, sehingga dapat mempermudah, mengurangi volume, atau mengurangi biaya pengolahan limbah.<br /> 3. Preventive maintenance, yakni pemeliharaan/penggantian alat atau bagian alat menurut waktu yang telah dijadwalkan.<br /> 4. Pengelolaan bahan (material inventory), suatu upaya agar persediaan bahan selalu cukup untuk ; menjamin kelancaran proses kegiatan, namun tidak berlebihan sehingga tidak menimbulkan gangguan lingkungan, sedangkan penyimpanan agar tetap rapi dan terkontrol.<br /> 5. Pemilihan teknologi dan proses yang tepat untuk mengeluarkan limbah B3 dengan efisiensi yang cukup tinggi, sebaiknya dilakukan sejak awal pengembangan rumah sakit baru atau penggantian sebagian unitnya.<br /> 6. Penggunaan kantung limbah dengan warna berbeda untuk memilah-milah limbah di tempat sumbernya, misalnya limbah klinik dan bukan klinik. Kantung plastic cukup mahal, sebagai gantinya dapat digunakan kantung kertas yang tahan bocor, dibuat secara lokal sehingga mudah diperoleh. Kantung kertas ini dapat ditempeli strip berwarna, kemudian ditempatkan di tong dengan kode warna di bangsal dan unit-unit lain.<br /> <br /> Teknologi pengolahan limbah<br /> <br /> Teknologi pengolahan limbah medis yang sekarang jamak dioperasikan hanya berkisar antara masalah tangki septik dan insinerator (pembakaran). Keduanya sekarang terbukti memiliki nilai negatif besar. Tangki septik banyak dipersoalkan lantaran rembesan air dari tangki yang dikhawatirkan dapat mencemari tanah. Terkadang ada beberapa rumah sakit yang membuang hasil akhir dari tangki septik tersebut langsung ke sungai-sungai, sehingga dapat dipastikan sungai tersebut tercermari zat medis.<br /> <br /> Insinerator, yang menerapkan teknik pembakaran pada sampah medis, juga bukan berarti tanpa cacat. Badan Perlindungan Lingkungan AS (United States Environmental Protection Agency -USEPA) menemukan teknik insenerasi merupakan sumber utama zat dioksin yang sangat beracun. Penelitian terakhir menunjukkan zat dioksin ini menjadi pemicu tumbuhnya kanker pada tubuh. Hal yang sangat menarik dari permasalahan ini adalah ditemukannya teknologi pengolahan limbah dengan metode ozonisasi, satu metode sterilisasi limbah cair rumah sakit yang direkomendasikan USEPA pada tahun 1999. Teknologi ini sebenarnya dapat juga diterapkan untuk mengelola limbah pabrik tekstil, cat, kulit, dan lain-lain.<br /> <br /> Ozonisasi limbah medis<br /> <br /> Limbah cair yang dihasilkan RS umumnya banyak mengandung bakteri, virus, senyawa kimia, dan obat-obatan yang dapat membahayakan bagi kesehatan masyarakat sekitar RS tersebut. Limbah dari laboratorium paling perlu diwaspadai. Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam proses uji laboratorium tidak bisa diurai hanya dengan aerasi atau activated sludge. Bahan-bahan itu mengandung logam berat dan infektius, sehingga harus disterilisasi atau dinormalkan sebelum "dilempar" menjadi limbah tak berbahaya. Foto rontgen misalnya, menggunakan cairan tertentu yang mengandung radioaktif yang cukup berbahaya. </span><span style="font-size: 8pt; font-family: Verdana;">Setelah bahan ini digunakan. limbahnya dibuang.<br /> <br /> Sebenarnya, proses ozonisasi telah dikenal lebih dari seratus tahun lalu. Proses ozonisasi pertama kali diperkenalkan pada tahun 1906 oleh Nies dari Prancis sebagai metode sterilisasi air minum. Penggunaan proses ozonisasi kemudian berkembang sangat pesat. Dewasa ini, metode ozonisasi mulai banyak digunakan untuk sterilisasi bahan makanan, pencucian peralatan kedokteran, hingga sterilisasi udara pada ruangan kerja di perkantoran.<br /> <br /> Dengan pemanfaatan sistem ozonisasi ini pihak RS tidak hanya dapat mengolah iimbahnya tapi juga akan dapat menggunakan kembali air limbah yang telah terproses (daur ulang). Teknologi ini, selain efisiensi waktu juga cukup ekonomis, karena tidak memerlukan tempat instalasi yang luas.<br /> <br /> *) Kedua penulis adalah pegawai Pusat Dokumentasi dan Informasi llmiah LIPI. Artikel ini aslinya cukup panjang, ilmiah, dan dilengkapi seabreg bibliografi. Pembaca yang memerlukan naskah lengkapnya dapat menghubungi penulis atau Redaksi Amanah.<br /> <br /> <!--[if !supportLineBreakNewLine]--><br /> <!--[endif]--><o:p></o:p></span></p> </td> </tr> </tbody></table> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p>Handi Setio Buonohttp://www.blogger.com/profile/17745541839665127676noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3592119714378858704.post-21087891987016615662008-12-29T18:33:00.000-08:002008-12-29T18:34:21.132-08:00TEKNOLOGI PENGOLAHAN<p class="MsoNormal"><strong><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">TEKNOLOGI PENGOLAHAN </span></strong><b><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><br /><strong><span style="font-family: Verdana;">LIMBAH CAIR TEPAT GUNA</span></strong></span></b><span style="font-size: 7.5pt; font-family: Verdana; color: rgb(102, 102, 102);"><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size: 7.5pt; font-family: Verdana; color: rgb(102, 102, 102);">Seorang pengusaha batik tulis sutra di Dusun Sidorejo, Kabupaten Bantul, <st1:place st="on">Yogyakarta</st1:place> pernah mengeluh, “saya kasihan melihat bayi-bayi di sekitar sini, sekujur tubuh mereka dipenuhi bercak merah”. </span><span style="font-size: 7.5pt; font-family: Verdana; color: rgb(102, 102, 102);" lang="SV">Ia tidak menyangka jika limbah cair dari tempatnya memproduksi batik dapat berpengaruh demikian buruk. Namun K.R.T Daud Wiryo Hadinagoro – begitu nama bujangan yang masih kerabat keraton itu – beruntung, karena ia tidak sampai diprotes oleh warga. Daud berinisiatif segera membuat Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) untuk mengolah limbah cair pabriknya yang banyak mengandung zat berwarna. Beberapa bulan setelah ia membangun IPAL, mutu air tanah di sekitar pekaryan batiknya – Daud menyebutnya demikian ketimbang pabrik – berangsur-angsur membaik.<br />Batik yang dihasilkan oleh Daud memang agak berbeda dengan kain batik produksi pabrikan lain yang menggunakan teknologi cap atau sablon. Selain masih menggunakan cara konvensional, kain yang dipergunakanpun terbuat dari bahan sutera. “Dengan 50 orang karyawan, saya membatasi produksi hanya 30 helai kain pertahunnya,” jelas Daud. Maka tidak usah heran jika selembar kain batik sutera produknya dapat mencapai harga Rp. 9.000.000,-. Suatu angka yang fantastis bagi sebagian besar masyarakat Indonesia yang masih banyak hidup dibawah garis kemiskinan.<br />Air limbah industri batik dihasilkan dari proses pencelupan pemberian warna dan pencucian. Dari ratusan perusahaan batik yang ada di Indonesia, sedikit sekali diantara mereka yang menempatkan proses pembuatan batik sebagai karya. Perusahaan-perusahaan itu lebih melihat batik sebagai produk yang harus dibuat massif ketimbang sebagai hasil karya cipta yang spesifik dan unik. Jika Daud yang hanya memproduksi 30 helai setahun saja air limbahnya dapat membuat gangguan kesehatan kulit, apalagi pabrik batik yang memproduksi ribuan helai dalam setahunnya. Bisa dibayangkan volume air limbah yang mereka hasilkan.<br />Lain lagi cerita yang dialami oleh Kelompok Pengusaha Tahu-Tempe Mekar Sari Jaya, di Banjar Batur, Kota Denpasar, Bali. Menurut Basuki, ketua kelompok tersebut, selama ini mereka selalu ditekan oleh berbagai pihak, khususnya pemerintah Kota Denpasar agar segera membangun instalasi pengolahan air limbah tahu-tempe. “Kami sadar bahwa membangun IPAL merupakan kewajiban kami,” ujar Basuki sambil menjelaskan bahwa kelompoknya kini sudah menyiapkan sejumlah dana untuk menyewa lahan sebagai lokasi IPAL.<br />Banjar Batur selama ini terkenal sebagai sentra agro industri tahu-tempe di Denpasar. “Sepuluh tahun yang lalu daerah ini masih sepi, tidak banyak penduduk yang tinggal di Banjar Batur,” Basuki bercerita. Ketika itu kawasan yang terletak tidak jauh dari Terminal Ubung belum sepadat seperti saat ini. Mungkin hal itu yang menjadi salah satu alasan para pengusaha yang sebagian besar berasal dari jawa ini memilih Banjar Batur sebagai pusat agro industri tahu-tempe. Namun seperti yang diakui oleh Basuki, Banjar Batur kini telah menjadi bagian dari Kota Denpasar. Maka sudah kewajiban bagi pengusaha pula untuk turut menjaga kualitas lingkungan di Kota Denpasar. “Kami sanggup bekerja sama untuk membangun IPAL,” Basuki berjanji.<br />Di Indonesia, kisah yang dialami oleh Daud atau Basuki merupakan hal yang jamak dan mudah ditemukan. Akan tetapi tidak gampang menemukan pengusaha yang peduli terhadap pencemaran lingkungan seperti mereka. Parahnya, pemerintah dan LSM khususnya yang bergerak dibidang lingkungan hidup sebagian besar hanya dapat berteriak mengingatkan para pengusaha tersebut tanpa dapat memberikan solusi pengolahan limbah cair yang tepat guna. Hal itu terungkap dalam pertemuan tahunan antara beberapa LSM lingkungan hidup yang tergabung dalam proyek DEWATS Indonesia, di Yogyakarta, 17 – 21 Maret 2003 lalu.<br />DEWATS adalah singkatan dari “Decentralized Wastewater Treatment system” atau sistem pengolahan air limbah terdesentralisasi. Selain sebagai nama teknologi pengolahan limbah cair tepat guna, DEWATS juga merupakan nama program kerjasama antara BORDA (Bremen Overseas Research and Development associate) Jerman dengan LPTP (Yayasan Lembaga Pengembangan Teknologi Pedesaan) Solo, BEST (Bina Ekonomi Sosial Terpadu) Tanggerang dan Bali Fokus, Bali. Sejak tahun 1994, DEWATS Indonesia telah melayani ratusan permintaan yang sebagian besar merupakan rumah sakit, masyarakat didaerah kumuh perkotaan, peternakan sapi dan agro industri yang menghasilkan air limbah dengan kadar organik tinggi semacam industri tahu-tempe.<br />Wakil BORDA untuk Indonesia, Andreas Ulrich mengingatkan kepada kepada seluruh pelaku yang bergerak di bidang lingkungan hidup, n. Ia melihat saat ini banyak pihak, khususnya LSM yang hanya dapat memetakan permasalahan, tapi lupa – atau tak mampu – memberikan solusi yang mendetail hingga teknis. Begitu pula halnya dengan halnya pengusaha-pengusaha yang sudah sadar dan ingin membangun IPAL. Mereka rata-rata bingung kepada siapa harus meminta tolong membuatkan IPAL yang tepat guna, effesien dan efektif baik dari segi investasi, konstruksi, perawatan maupun operasional.<br />Berkaca dari realitas yang dialami oleh Daud dan Basuki diatas, BORDA melalui program DEWATS Indonesia, berupaya meningkatkan kualitas lingkungan baik kepada masyarakat di perkampungan kumuh perkotaan dengan membangun sarana fasilitas umum maupun memberikan jasa pelayanan desain, supervisi dan pembangunan IPAL kepada pengusaha industri, kecil dan menengah yang membutuhkan.<br />Konstruksi pengolahan limbah cair DEWATS dikenal sebagai teknologi tepat guna, karena teknologi ini tidak memerlukan biaya operasional dan pemeliharaan yang tinggi. Bahkan beberapa “produk” pengolahan limbah DEWATS mampu menghasilkan gas metan yang berguna sebagai bahan bakar pengganti elpiji atau minyak tanah. Beberapa pengusaha tahu-tempe di Boyolali dan puluhan peternak sapi di Kabupaten Semarang telah merasakan manfaat biogas dari teknologi pengolahan limbah DEWATS ini.<br />Selain itu teknologi DEWATS juga dapat digunakan untuk mengolah limbah cair rumah sakit dan hotel. Tidak kurang 20 rumah sakit dan hotel di Jawa dan Bali telah membangun IPAL yang menggunakan teknologi DEWATS. Umumnya unit pengolahan limbah cair rumah sakit terdiri atas pengolahan anaerob dan aerob. sebagai pengolahan anaerob digunakan ABR (Anaerobik baffle reaktor), AF (Anaerobik Filter) dan HSF (Horisontal Sand Filter) sedangkan proses aerob terjadi pada kolam indikator.<br />Selain itu teknologi DEWATS juga dapat dipergunakan untuk mengolah limbah domestik yang berasal dari proses mandi, cuci dan kakus. Kota Tanggerang contohnya, dimana BEST berhasil mengembangkan CBS (Community Based Sanitation) di berbagai perkampungan kumuh. Sebagai salah satu mitra BORDA sejak tahun 1999 sampai dengan tahun 2003 ini, BEST berhasil membangun dan mengelola 25 unit MCK untuk masyarakat di perkampungan kumuh. MCK yang dibangun oleh BEST Tanggerang bukan sembarang MCK.<br />Apakah yang membuat MCK yang dibangun oleh BEST ini berbeda? “Setidaknya ada tiga komponen kelebihan MCK yang diberi nama MCK Plus++ ini ketimbang MCK biasa,” jelas Hamzah, Direktur Eksekutif BEST Tanggerang. Pada sebuah MCK Plus++ terdapat, pertama, pelayanan sanitasi untuk masyakarakat, seperti kamar untuk mandi dan toilet juga tempat khusus untuk mencuci. Kedua, MCP Plus++ menyediakan sarana air bersih dan terakhir ialah unit pengolahan limbah DEWATS yang terintegrasi berada dibawah struktur MCK tersebut. Tiga komponen keunggulan itulah yang kemudian direplikasi di beberapa wilayah lain seperti di Surabaya dan Bali.<br />Sebagai mitra BORDA yang paling muda, Bali Fokus baru akan melaksanakan pembangunan MCK di Banjar Sari, Ubung, Denpasar, Bali. “MCK di Banjar Sari ini akan diberi nama MCK Jempiring,” tutur Made Yudi Arsana, Pelaksana Program DEWATS di Bali Fokus. Pria lulusan ITS ini mengakui persiapan sosial di Banjar Sari membutuhkan waktu yang relatif lama. “Kami tidak ingin MCK di Banjar Sari menjadi monumen setelah dua tahun dioperasikan,” lanjutnya. </span><span style="font-size: 7.5pt; font-family: Verdana; color: rgb(102, 102, 102);">Memang selama ini proyek perbaikan sanitasi di lingkungan kumuh yang dilaksanakan oleh pemerintah tidak pernah berumur panjang. Penyebab utamanya ialah proyek pemerintah tersebut sering tidak melibatkan masyarakat. Tanpa ada partisipasi aktif masyarakat jelas tidak akan menggugah rasa kepemilikan masyarakat terhadap fasilitas umum itu.<br />Maka tidak mengherankan jika program pengadaan fasilitas umum semacam MCK Plus++ atau MCK Jempiring ini membutuhkan persiapan sosial antara 2 sampai 6 bulan. Persiapan sosial di Banjar Sari saja membutuhkan waktu 6 bulan. Dimulai dari proses sosialisasi dengan masyarakat, penentuan lahan, desain MCK sampai dengan kesepakatan masyarakat untuk berkontribusi dalam perawatan dan pemeliharaannya. “Bahkan nama MCK Jempiringpun merupakan saran dari salah seorang anggota masyarakat,” tambah Yudi. Ia merencanakan medio Bulan September 2003 yang akan datang, MCK Jempiring sudah bisa beroperasional. Lebih lanjut pria yang masih membujang ini berjanji akan membantu masyarakat di pemukiman padat, pengusaha tahu-tempe, peternak sapi dan babi yang berminat dan siap berkontribusi untuk membangunkan IPAL.</span></p>Handi Setio Buonohttp://www.blogger.com/profile/17745541839665127676noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3592119714378858704.post-33183015821253022252008-12-29T18:31:00.000-08:002008-12-29T18:32:58.242-08:00BIOPORI<p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal">biopori</p> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p> <div align="center"> <table class="MsoNormalTable" style="width: 98%;" border="0" cellpadding="0" width="98%"> <tbody><tr style=""> <td style="padding: 0.75pt;"> <table class="MsoNormalTable" style="width: 100%;" border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" width="100%"> <tbody><tr style=""> <td colspan="2" style="padding: 0in;"> <p class="MsoNormal"><span class="textberita"><span style="font-size: 10pt; font-family: Arial;">Biopori adalah lubang-lubang di dalam tanah yang terbentuk akibat berbagai akitifitas organisma di dalamnya, seperti cacing, , perakaran tanaman, rayap dan fauna tanah laiinya. Lubang-lubang yang terbentuk akan terisi udara, dan akan menjadi tempat berlalunya air di dalam tanah. </span></span></p> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0in;"> <p class="MsoNormal"> </p> </td> <td style="padding: 0in;"> <p class="MsoNormal"> </p> </td> </tr> <tr style="height: 166.5pt;"> <td style="padding: 0in; width: 47%; height: 166.5pt;" width="47%"> <table class="MsoNormalTable" style="width: 150pt;" border="0" cellpadding="0" width="200"> <tbody><tr style=""> <td style="padding: 0.75pt;"> <p class="MsoNormal"><b><span style="font-size: 10pt; font-family: Arial; color: black;"><!--[if gte vml 1]><v:shapetype id="_x0000_t75" coordsize="21600,21600" spt="75" preferrelative="t" path="m@4@5l@4@11@9@11@9@5xe" filled="f" stroked="f"> <v:stroke joinstyle="miter"> <v:formulas> <v:f eqn="if lineDrawn pixelLineWidth 0"> <v:f eqn="sum @0 1 0"> <v:f eqn="sum 0 0 @1"> <v:f eqn="prod @2 1 2"> <v:f eqn="prod @3 21600 pixelWidth"> <v:f eqn="prod @3 21600 pixelHeight"> <v:f eqn="sum @0 0 1"> <v:f eqn="prod @6 1 2"> <v:f eqn="prod @7 21600 pixelWidth"> <v:f eqn="sum @8 21600 0"> <v:f eqn="prod @7 21600 pixelHeight"> <v:f eqn="sum @10 21600 0"> </v:formulas> <v:path extrusionok="f" gradientshapeok="t" connecttype="rect"> <o:lock ext="edit" aspectratio="t"> </v:shapetype><v:shape id="_x0000_i1025" type="#_x0000_t75" alt="" style="'width:150pt;height:120.75pt'"> <v:imagedata src="file:///C:\DOCUME~1\user\LOCALS~1\Temp\msohtml1\01\clip_image001.jpg" href="file:///X:\HANDI'S%20FILES\BAHAN%20PELAJARAN%20MALAHAYATI\handi\handi%20lingkungan\HASIL%20PENCARIAN%20DI%20WEB\handi\BIOPORI_files\img_biopori1.jpg"> </v:shape><![endif]--><!--[if !vml]--><img src="file:///C:/DOCUME%7E1/user/LOCALS%7E1/Temp/msohtml1/01/clip_image001.jpg" shapes="_x0000_i1025" height="161" width="200" /><!--[endif]--></span></b></p> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0.75pt;"> <p class="MsoNormal"><span class="menuazet">Gambar 1</span>. Foto Mikroskop Elektron dari Lubang Caing dan Akar pada Matriks Tanah (dalam lingkaran kuning) </p> </td> </tr> </tbody></table> <p class="MsoNormal"><o:p></o:p></p> </td> <td style="padding: 0in; width: 53%; height: 166.5pt;" width="53%"> <p class="MsoNormal">Gambar 1. Menunjukkan Foto melalui mikroskop elektron yang menggambarkan dua buah lubang yang terbentuk oleh cacing (pada lingkaran kuning bagian atas) dan lubang yang terbentuk oleh aktifitas akar tanaman (pada lingkaran kuning bagian bawah). Bila lubang-lubang seperti ini dapat dibuat dengan jumlah banyak, maka kemampuan dari sebidang tanah untuk meresapkan air akan diharapkan semakin meningkat. Meningkatnya kemampuan tanah dalam meresapkan air akan memperkecil peluang terjadinya aliran air di permukaan tanah</p> </td> </tr> </tbody></table> <p class="MsoNormal"><o:p></o:p></p> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0.75pt;"> <p><span style="" lang="SV">Atau dengan perkataan lain akan dapat mengurangi bahaya banjir yang mungkin terjadi. </span>Peningkatan jumlah biopori tersebut dapat dilakukan dengan membuat lubang vertikal kedalam tanah. Lubang-lubang tersebut selanjutnya diisi bahan organik, seperti sampah-sampah organik rumah tangga, potongan rumput atau vegetasi lainnya, dan sejenisnya. Bahan organik ini kelak akan dijadikan sumber energi bagi organisme di dalam tanah sehinga aktifitas mereka akan meningkat. Dengan meningkatnya aktifitas mereka maka akan semakin banyak biopori yang terbentuk. </p> <p>Kesinergisan antara lubang vertikal yang dibuat dengan biopori yang terbentuk akan memungkinkan lubang-lubang ini dimanfaatlkan sebagai lubang peresapan air artifisial yang relatif murah dan ramah lingkungan. Lubang resapan ini selanjutnya di beri julukan LUBANG RESAPAN BIOPORI atau disingkat sebagai LRB.</p> <p><o:p> </o:p></p> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0.75pt;"> <p>Lubang resapan biopori adalah lubang silindris yang dibuat secara vertikal ke dalam tanah dengan diameter 10 - 30 cm dan kedalaman sekitar 100 cm, atau dalam kasus tanah dengan permukaan air tanah dangkal, tidak sampai melebihi kedalaman muka air tanah (Gambar 1.) Lubang diisi dengan sampah organik untuk memicu terbentuknya biopori. Biopori adalah pori-pori berbentuk lubang (terowongan kecil) yang dibuat oleh aktivitas fauna tanah atau akar tanaman (Gambar 2). Gambar 3 menunjukkan penampang dari lubang resapan biopori. </p> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0.75pt;"> <p> </p> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0.75pt;"> <div align="center"> <table class="MsoNormalTable" style="width: 150pt;" border="0" cellpadding="0" width="200"> <tbody><tr style=""> <td style="padding: 0.75pt;"> <p class="MsoNormal"><b><span style="font-size: 10pt; font-family: Arial; color: black;"><!--[if gte vml 1]><v:shape id="_x0000_i1026" type="#_x0000_t75" alt="" style="'width:225pt;height:246pt'"> <v:imagedata src="file:///C:\DOCUME~1\user\LOCALS~1\Temp\msohtml1\01\clip_image002.jpg" href="file:///X:\HANDI'S%20FILES\BAHAN%20PELAJARAN%20MALAHAYATI\handi\handi%20lingkungan\HASIL%20PENCARIAN%20DI%20WEB\handi\resapan_biopori.php_files\lubang_resapan.jpg"> </v:shape><![endif]--><!--[if !vml]--><img src="file:///C:/DOCUME%7E1/user/LOCALS%7E1/Temp/msohtml1/01/clip_image002.jpg" shapes="_x0000_i1026" height="328" width="300" /><!--[endif]--></span></b></p> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0.75pt;"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span class="menuazet">Gambar 1</span>. Lubang Resapa Biopori </p> </td> </tr> </tbody></table> </div> <p><o:p></o:p></p> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0.75pt;"> <p> </p> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0.75pt;"> <div align="center"> <table class="MsoNormalTable" style="width: 150pt;" border="0" cellpadding="0" width="200"> <tbody><tr style=""> <td style="padding: 0.75pt;"> <p class="MsoNormal"><b><span style="font-size: 10pt; font-family: Arial; color: black;"><!--[if gte vml 1]><v:shape id="_x0000_i1027" type="#_x0000_t75" alt="" style="'width:150pt;height:120.75pt'"> <v:imagedata src="file:///C:\DOCUME~1\user\LOCALS~1\Temp\msohtml1\01\clip_image001.jpg" href="file:///X:\HANDI'S%20FILES\BAHAN%20PELAJARAN%20MALAHAYATI\handi\handi%20lingkungan\HASIL%20PENCARIAN%20DI%20WEB\handi\resapan_biopori.php_files\img_biopori1.jpg"> </v:shape><![endif]--><!--[if !vml]--><img src="file:///C:/DOCUME%7E1/user/LOCALS%7E1/Temp/msohtml1/01/clip_image001.jpg" shapes="_x0000_i1027" height="161" width="200" /><!--[endif]--></span></b></p> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0.75pt;"> <p class="MsoNormal"><span class="menuazet">Gambar 2 </span>. Foto Mikroskop Elektron dari Lubang Cacing dan Akar pada Matriks Tanah (dalam lingkaran kuning) </p> </td> </tr> </tbody></table> </div> <p><o:p></o:p></p> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0.75pt;"> <p> </p> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0.75pt;"> <div align="center"> <table class="MsoNormalTable" style="width: 150pt;" border="0" cellpadding="0" width="200"> <tbody><tr style=""> <td style="padding: 0.75pt;"> <p class="MsoNormal"><b><span style="font-size: 10pt; font-family: Arial; color: black;"><!--[if gte vml 1]><v:shape id="_x0000_i1028" type="#_x0000_t75" alt="" style="'width:300pt;height:235.5pt'"> <v:imagedata src="file:///C:\DOCUME~1\user\LOCALS~1\Temp\msohtml1\01\clip_image003.jpg" href="file:///X:\HANDI'S%20FILES\BAHAN%20PELAJARAN%20MALAHAYATI\handi\handi%20lingkungan\HASIL%20PENCARIAN%20DI%20WEB\handi\resapan_biopori.php_files\diagram_biopori.jpg"> </v:shape><![endif]--><!--[if !vml]--><img src="file:///C:/DOCUME%7E1/user/LOCALS%7E1/Temp/msohtml1/01/clip_image003.jpg" shapes="_x0000_i1028" height="314" width="400" /><!--[endif]--></span></b></p> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0.75pt;"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><span class="menuazet">Gambar 3</span>. Sketsa Penampang Lubang Resapan Biopori </p> </td> </tr> </tbody></table> </div> <p><o:p></o:p></p> </td> </tr> </tbody></table> </div> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p>Handi Setio Buonohttp://www.blogger.com/profile/17745541839665127676noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3592119714378858704.post-81300989463942163852008-12-29T18:19:00.000-08:002008-12-29T18:20:44.162-08:00BIOETANOL<p class="subjudul">Bioetanol</p> <p class="subjudul">Latar Belakang</p> <p class="isi"><span style="" lang="SV">Seiringdengan menipisnya cadangan energi BBM, jagung menjadi alternatif yang penting sebagai bahan baku pembuatan ethanol (bahan pencampur BBM). </span>Karenanya, kebutuhan terhadap komoditas ini pada masa mendatang diperkirakan mengalami peningkatan yang signifikan.Bioetanol (C2H5OH) adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme</p> <ul type="disc"><li class="MsoNormal" style=""><strong><span style="" lang="SV">Gasohol</span></strong><span style="" lang="SV"> º campuran bioetanol kering/absolut terdena-turasi dan bensin pada kadar alkohol s/d sekitar 22 %-volume.<o:p></o:p></span></li><li class="MsoNormal" style="">Istilah bioetanol identik dengan bahan bakar murni. BEX º gasohol berkadar bioetanol X %-volume.</li></ul> <p class="subjudul">Bahan Baku</p> <ul type="disc"><li class="MsoNormal" style="">Nira bergula (sukrosa): nira tebu, nira nipah, nira sorgum manis, nira kelapa, nira aren, nira siwalan, sari-buah mete</li><li class="MsoNormal" style="">Bahan berpati: a.l. tepung-tepung sorgum biji (jagung cantel), sagu, singkong/gaplek, ubi jalar, ganyong, garut, umbi dahlia. </li><li class="MsoNormal" style=""><span style="" lang="SV">Bahan berselulosa (Þ lignoselulosa):kayu, jerami, batang pisang, bagas, dll. Sekarang belum ekonomis, teknologi proses yang efektif diperkirakan akan komersial pada dekade ini !<o:p></o:p></span></li></ul> <p class="subjudul">Pemanfaatan Bioetanol</p> <ul type="disc"><li class="MsoNormal" style="">Sebagai bahan bakar substitusi BBM pada motor berbahan bakar bensin; digunakan dalam bentuk neat 100% (B100) atau diblending dengan premium (EXX)</li><li class="MsoNormal" style="">Gasohol s/d E10 bisa digunakan langsung pada mobil bensin biasa (tanpa mengharuskan mesin dimodifikasi).</li></ul> <table class="MsoNormalTable" style="" border="1" cellpadding="0" cellspacing="0"> <tbody><tr style=""> <td rowspan="2" style="padding: 0in; width: 99pt;" width="132"> <p class="MsoNormal">Sumber Karbohidrat</p> </td> <td rowspan="2" style="padding: 0in; width: 81pt;" width="108"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">Hasil Panen Ton/ha/th</p> </td> <td colspan="2" style="padding: 0in; width: 2in;" width="192"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">Perolehan Alkohol</p> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0in; width: 1in;" valign="top" width="96"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">Liter/ton</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 1in;" valign="top" width="96"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">Liter/ha/th</p> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0in; width: 99pt;" valign="top" width="132"> <p class="MsoNormal">Singkong</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 81pt;" valign="top" width="108"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">25 (236)</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 1in;" valign="top" width="96"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">180 (155)</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 1in;" valign="top" width="96"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">4500 (3658)</p> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0in; width: 99pt;" valign="top" width="132"> <p class="MsoNormal">Tetes</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 81pt;" valign="top" width="108"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">3,6</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 1in;" valign="top" width="96"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">270</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 1in;" valign="top" width="96"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">973</p> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0in; width: 99pt;" valign="top" width="132"> <p class="MsoNormal">Sorgum Bici</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 81pt;" valign="top" width="108"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">6</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 1in;" valign="top" width="96"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">333,4</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 1in;" valign="top" width="96"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">2000</p> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0in; width: 99pt;" valign="top" width="132"> <p class="MsoNormal">Ubi Jalar</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 81pt;" valign="top" width="108"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">62,5*</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 1in;" valign="top" width="96"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">125</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 1in;" valign="top" width="96"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">7812</p> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0in; width: 99pt;" valign="top" width="132"> <p class="MsoNormal">Sagu</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 81pt;" valign="top" width="108"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">6,8$</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 1in;" valign="top" width="96"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">608</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 1in;" valign="top" width="96"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">4133</p> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0in; width: 99pt;" valign="top" width="132"> <p class="MsoNormal">Tebu</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 81pt;" valign="top" width="108"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">75</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 1in;" valign="top" width="96"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">67</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 1in;" valign="top" width="96"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">5025</p> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0in; width: 99pt;" valign="top" width="132"> <p class="MsoNormal">Nipah</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 81pt;" valign="top" width="108"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">27</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 1in;" valign="top" width="96"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">93</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 1in;" valign="top" width="96"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">2500</p> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0in; width: 99pt;" valign="top" width="132"> <p>Sorgum Manis</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 81pt;" valign="top" width="108"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">80**</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 1in;" valign="top" width="96"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">75</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 1in;" valign="top" width="96"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">6000</p> </td> </tr> <tr style=""> <td colspan="4" style="padding: 0in; width: 4.5in;" valign="top" width="432"> <p class="MsoNormal">*) Panen 2 ½ kali/th; $ sagu kering; ** panen 2 kali/th. Sumber: Villanueva (1981); kecuali sagu, dari Colmes dan Newcombe (1980); sorgum manis, dari Raveendram; dan Deptan (2006) untuk singkong; tetes dan sorgum biji (tulisan baru)</p> </td> </tr> </tbody></table> <p class="subjudul">Teknologi Pengolahan Bioetanol</p> <p class="isi">Teknologi produksi bioethanol berikut ini diasumsikan menggunakan jagung sebagai bahan <st1:place st="on"><st1:city st="on">baku</st1:City></st1:place>, tetapi tidak menutup kemungkinan digunakannya biomassa yang lain, terutama molase.<br />Secara umum, produksi bioethanol ini mencakup 3 (tiga) rangkaian proses, yaitu: Persiapan Bahan <st1:place st="on"><st1:city st="on">baku</st1:City></st1:place>, Fermentasi, dan Pemurnian. </p> <p class="subjudul">1. Persiapan Bahan Baku</p> <p class="isi">Bahan <st1:place st="on"><st1:city st="on">baku</st1:City></st1:place> untuk produksi biethanol bisa didapatkan dari berbagai tanaman, baik yang secara langsung menghasilkan gula sederhana semisal Tebu (sugarcane), gandum manis (sweet sorghum) atau yang menghasilkan tepung seperti jagung (corn), singkong (cassava) dan gandum (grain sorghum) disamping bahan lainnya.</p> <p class="isi"><span style="" lang="SV">Persiapan bahan baku beragam bergantung pada bahan bakunya, tetapi secara umum terbagi menjadi beberapa proses, yaitu: <o:p></o:p></span></p> <ul type="disc"><li class="MsoNormal" style="">Tebu dan Gandum manis harus digiling untuk mengektrak gula </li><li class="MsoNormal" style="">Tepung dan material selulosa harus dihancurkan untuk memecahkan susunan tepungnya agar bisa berinteraksi dengan air secara baik </li><li class="MsoNormal" style="">Pemasakan, Tepung dikonversi menjadi gula melalui proses pemecahan menjadi gula kompleks (liquefaction) dan sakarifikasi (Saccharification) dengan penambahan air, enzyme serta panas (enzim hidrolisis). Pemilihan jenis enzim sangat bergantung terhadap supplier untuk menentukan pengontrolan proses pemasakan.</li></ul> <p class="isi">Tahap Liquefaction memerlukan penanganan sebagai berikut: </p> <ul type="disc"><li class="MsoNormal" style="">Pencampuran dengan air secara merata hingga menjadi bubur </li><li class="MsoNormal" style="">Pengaturan pH agar sesuai dengan kondisi kerja enzim </li><li class="MsoNormal" style="">Penambahan enzim (alpha-amilase) dengan perbandingan yang tepat </li><li class="MsoNormal" style="">Pemanasan bubur hingga kisaran 80 sd 90 C, dimana tepung-tepung yang bebas akan mengalami gelatinasi (mengental seperti Jelly) seiring dengan kenaikan suhu, sampai suhu optimum enzim bekerja memecahkan struktur tepung secara kimiawi menjadi gula komplek (dextrin). Proses Liquefaction selesai ditandai dengan parameter dimana bubur yang diproses menjadi lebih cair seperti sup.</li></ul> <p class="isi">Tahap sakarifikasi (pemecahan gula kompleks menjadi gula sederhana) melibatkan proses sebagai berikut: </p> <ul type="disc"><li class="MsoNormal" style="">Pendinginan bubur sampai suhu optimum enzim sakarifikasi bekerja </li><li class="MsoNormal" style="">Pengaturan pH optimum enzim </li><li class="MsoNormal" style="">Penambahan enzim (glukoamilase) secara tepat </li><li class="MsoNormal" style="">Mempertahankan pH dan temperature pada rentang 50 sd 60 C sampai proses sakarifikasi selesai (dilakukan dengan pengetesan gula sederhana yang dihasilkan)</li></ul> <p class="subjudul">2. Fermentasi</p> <p class="isi">Pada tahap ini, tepung telah sampai pada titik telah berubah menjadi gula sederhana (glukosa dan sebagian fruktosa) dimana proses selanjutnya melibatkan penambahan enzim yang diletakkan pada ragi (yeast) agar dapat bekerja pada suhu optimum. Proses fermentasi ini akan menghasilkan etanol dan CO2.</p> <p class="isi">Bubur kemudian dialirkan kedalam tangki fermentasi dan didinginkan pada suhu optimum kisaran 27 sd 32 C, dan membutuhkan ketelitian agar tidak terkontaminasi oleh mikroba lainnya. Karena itu keseluruhan rangkaian proses dari liquefaction, sakarifikasi dan fermentasi haruslah dilakukan pada kondisi bebas kontaminan.</p> <p class="isi">Selanjutnya ragi akan menghasilkan ethanol sampai kandungan etanol dalam tangki mencapai 8 sd 12 % (biasa disebut dengan cairan beer), dan selanjutnya ragi tersebut akan menjadi tidak aktif, karena kelebihan etanol akan berakibat racun bagi ragi.</p> <p class="isi">Dan tahap selanjutnya yang dilakukan adalah destilasi, namun sebelum destilasi perlu dilakukan pemisahan padatan-cairan, untuk menghindari terjadinya clogging selama proses distilasi.</p> <p class="subjudul">3. Pemurnian / Distilasi </p> <p class="isi"><span style="" lang="SV">Distilasi dilakukan untuk memisahkan etanol dari beer (sebagian besar adalah air dan etanol). Titik didih etanol murni adalah 78 C sedangkan air adalah 100 C (Kondisi standar). Dengan memanaskan larutan pada suhu rentang 78 - 100 C akan mengakibatkan sebagian besar etanol menguap, dan melalui unit kondensasi akan bisa dihasilkan etanol dengan konsentrasi 95 % volume.<o:p></o:p></span></p> <p class="subjudul">Prosentase Penggunaan Energy</p> <p class="isi">Prosentase perkiraan penggunaan energi panas/steam dan listrik diuraikan dalam tabel berikut ini:</p> <table class="MsoNormalTable" style="width: 354pt;" border="1" cellpadding="0" cellspacing="0" width="472"> <tbody><tr style=""> <td colspan="3" style="padding: 0in; width: 354pt;" width="472"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">Prosentase Penggunaan Energi</p> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0in;"> <p class="MsoNormal">Identifikasi</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 81pt;" width="108"> <p class="MsoNormal">Proses Steam</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 81pt;" width="108"> <p class="MsoNormal">Listrik</p> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0in;"> <p class="MsoNormal">Penerimaan bahan <st1:city st="on"><st1:place st="on">baku</st1:place></st1:City>, penyimpanan, dan penggilingan</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 81pt;" width="108"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">0 %</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 81pt;" width="108"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">6.1 %</p> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0in;"> <p class="MsoNormal">Pemasakan (liquefaction) dan Sakarifikasi</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 81pt;" width="108"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">30.5 %</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 81pt;" width="108"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">2.6 %</p> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0in;"> <p class="MsoNormal">Produksi Enzim Amilase</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 81pt;" width="108"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">0.7 %</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 81pt;" width="108"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">20.4 %</p> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0in;"> <p class="MsoNormal">Fermentasi</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 81pt;" width="108"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">0.2 %</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 81pt;" width="108"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">4 %</p> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0in;"> <p>Distilasi </p> </td> <td style="padding: 0in; width: 81pt;" width="108"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">58.5 %</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 81pt;" width="108"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">1.6 %</p> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0in;"> <p class="MsoNormal">Etanol Dehidrasi (jika ada)</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 81pt;" width="108"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">6.4 %</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 81pt;" width="108"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">27.1 %</p> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0in;"> <p class="MsoNormal">Penyimpanan Produk</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 81pt;" width="108"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">0 %</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 81pt;" width="108"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">0.7 %</p> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0in;"> <p class="MsoNormal">Utilitas</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 81pt;" width="108"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">2.7 %</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 81pt;" width="108"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">27 %></p> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0in;"> <p class="MsoNormal">Bangunan</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 81pt;" width="108"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">1 %></p> </td> <td style="padding: 0in; width: 81pt;" width="108"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">0.5 %</p> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0in;"> <p>TOTAL</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 81pt;" width="108"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">100 %</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 81pt;" width="108"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">100 %</p> </td> </tr> <tr style=""> <td colspan="3" style="padding: 0in; width: 354pt;" width="472"> <p class="MsoNormal">Sumber: A Guide to Commercial-Scale Ethanol Production and Financing, Solar Energy Research Institute (SERI), <st1:address st="on"><st1:street st="on">1617 Cole Boulevard</st1:Street>, <st1:city st="on">Golden</st1:City>, <st1:state st="on">CO</st1:State> <st1:postalcode st="on">80401</st1:PostalCode></st1:address></p> </td> </tr> </tbody></table> <p class="subjudul">Peralatan Proses</p> <p class="isi">Adapun rangkaian peralatan proses adalah sebagai berikut: </p> <ul type="disc"><li class="MsoNormal" style="">Peralatan penggilingan </li><li class="MsoNormal" style="">Pemasak, termasuk support, pengaduk dan motor, steam line dan insulasi</li><li class="MsoNormal" style="">External Heat Exchanger </li><li class="MsoNormal" style="">Pemisah padatan - cairan (Solid Liquid Separators) </li><li class="MsoNormal" style="">Tangki Penampung Bubur </li><li class="MsoNormal" style="">Unit Fermentasi (Fermentor) dengan pengaduk serta motor </li><li class="MsoNormal" style="">Unit Distilasi, termasuk pompa, heat exchanger dan alat kontrol </li><li class="MsoNormal" style="">Boiler, termasuk system feed water dan softener </li><li class="MsoNormal" style="">Tangki Penyimpan sisa, termasuk fitting </li></ul> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p>Handi Setio Buonohttp://www.blogger.com/profile/17745541839665127676noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3592119714378858704.post-85070184475511056842008-12-29T18:17:00.000-08:002008-12-29T18:19:11.128-08:00BIODIESEL<p>Biodiesel</p> <p>Biodiesel adalah bahan bakar motor diesel yang berupa ester alkil/alkil asam-asam lemak (biasanya ester metil) yang dibuat dari minyak nabati melalui proses trans atau esterifikasi. stilah biodiesel identik dengan bahan bakar murni. Campuran biodiesel (BXX) adalah biodiesel sebanyak XX`% yang telah dicampur dengan solar sejumlah 1-XX %</p> <p><br /><strong>Latar Belakang Kebutuhan Biodiesel di <st1:country-region st="on"><st1:place st="on">Indonesia</st1:place></st1:country-region></strong><span class="subjudul">:</span> </p> <p><span style="" lang="SV">Bahan bakar mesin diesel yang berupa ester metil/etil asam-asam lemak. Dibuat dari minyak-lemak nabati dengan proses metanolisis/etanolisis. Produk-ikutan: gliserin. Atau dari asam lemak (bebas) dengan proses esterifi-kasi dgn metanol/etanol. Produk-ikutan : air Kompatibel dengan solar, berdaya lumas lebih baik. Berkadar belerang hampir nihil,umumnya < bxx =" camp."></o:p></span></p> <p><span style="" lang="SV"><br /></span><strong>Keuntungan Pemakaian Biodiesel</strong> </p> <ul type="disc"><li class="MsoNormal" style="">Dihasilkan dari sumber daya energi terbarukan dan ketersediaan bahan bakunya terjamin </li><li class="MsoNormal" style="">Cetane number tinggi (bilangan yang menunjukkan ukuran baik tidaknya kualitas solar berdasar sifat kecepatan bakar dalam ruang bakar mesin)</li><li class="MsoNormal" style="">Viskositas tinggi sehingga mempunyai sifat pelumasan yang lebih baik daripada solar sehingga memperpanjang umur pakai mesin</li><li class="MsoNormal" style="">Dapat diproduksi secara lokal</li><li class="MsoNormal" style="">Mempunyai kandungan sulfur yang rendah</li><li class="MsoNormal" style="">Menurunkan tingkat opasiti asap</li><li class="MsoNormal" style="">Menurunkan emisi gas buang</li><li class="MsoNormal" style="">Pencampuran biodiesel dengan petroleum diesel dapat meningkatkan biodegradibility petroleum diesel sampai 500 %</li></ul> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p> <p><strong>Bahan Baku Biodiesel</strong><span class="style3"> </span></p> <p>Minyak nabati sebagai sumber utama biodiesel dapat dipenuhi oleh berbagai macam jenis tumbuhan tergantung pada sumberdaya utama yang banyak terdapat di suatu tempat/negara. <st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region> mempunyai banyak sumber daya untuk bahan <st1:place st="on"><st1:city st="on">baku</st1:City></st1:place> biodiesel.</p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 12pt 0.5in;"><span class="style15">Beberapa sumber minyak nabati yang potensial sebagai bahan <st1:place st="on"><st1:city st="on">baku</st1:City></st1:place> Biodiesel.</span></p> <div align="center"> <table class="MsoNormalTable" style="width: 341.25pt; margin-left: 0.5in;" border="1" cellpadding="0" cellspacing="0" width="455"> <tbody><tr style=""> <td style="padding: 0in; width: 81pt;" width="108"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><strong>Nama Lokal</strong></p> </td> <td style="padding: 0in; width: 120pt;" width="160"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">Nama Latin</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 71.25pt;" width="95"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">Sumber Minyak</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 84pt;" width="112"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">Isi<br /> % Berat Kering</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 39.75pt;" width="53"> <p class="MsoNormal">P / NP</p> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0in; width: 1.25in;" valign="top" width="120"> <p class="MsoNormal">Jarak Pagar</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 135pt;" valign="top" width="180"> <p class="MsoNormal">Jatropha Curcas</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 81pt;" valign="top" width="108"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">Inti biji</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 99pt;" valign="top" width="132"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">40-60</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 45pt;" valign="top" width="60"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">NP</p> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0in; width: 1.25in;" valign="top" width="120"> <p class="MsoNormal">Jarak Kaliki</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 135pt;" valign="top" width="180"> <p class="MsoNormal">Riccinus Communis</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 81pt;" valign="top" width="108"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">Biji</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 99pt;" valign="top" width="132"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">45-50</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 45pt;" valign="top" width="60"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">NP</p> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0in; width: 1.25in;" valign="top" width="120"> <p class="MsoNormal">Kacang Suuk</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 135pt;" valign="top" width="180"> <p class="MsoNormal">Arachis Hypogea</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 81pt;" valign="top" width="108"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">Biji</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 99pt;" valign="top" width="132"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">35-55</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 45pt;" valign="top" width="60"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">P</p> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0in; width: 1.25in;" valign="top" width="120"> <p class="MsoNormal">Kapok / Randu</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 135pt;" valign="top" width="180"> <p class="MsoNormal">Ceiba Pantandra</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 81pt;" valign="top" width="108"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">Biji</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 99pt;" valign="top" width="132"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">24-40</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 45pt;" valign="top" width="60"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">NP</p> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0in; width: 1.25in;" valign="top" width="120"> <p class="MsoNormal">Karet</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 135pt;" valign="top" width="180"> <p class="MsoNormal">Hevea Brasiliensis</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 81pt;" valign="top" width="108"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">Biji</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 99pt;" valign="top" width="132"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">40-50</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 45pt;" valign="top" width="60"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">P</p> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0in; width: 1.25in;" valign="top" width="120"> <p class="MsoNormal">Kecipir</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 135pt;" valign="top" width="180"> <p class="MsoNormal">Psophocarpus Tetrag</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 81pt;" valign="top" width="108"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">Biji</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 99pt;" valign="top" width="132"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">15-20</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 45pt;" valign="top" width="60"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">P</p> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0in; width: 1.25in;" valign="top" width="120"> <p class="MsoNormal">Kelapa</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 135pt;" valign="top" width="180"> <p class="MsoNormal">Cocos Nucifera</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 81pt;" valign="top" width="108"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">Inti biji</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 99pt;" valign="top" width="132"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">60-70</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 45pt;" valign="top" width="60"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">P</p> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0in; width: 1.25in;" valign="top" width="120"> <p class="MsoNormal">Kelor</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 135pt;" valign="top" width="180"> <p class="MsoNormal">Moringa Oleifera</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 81pt;" valign="top" width="108"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">Biji</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 99pt;" valign="top" width="132"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">30-49</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 45pt;" valign="top" width="60"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">P</p> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0in; width: 1.25in;" valign="top" width="120"> <p class="MsoNormal">Kemiri</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 135pt;" valign="top" width="180"> <p class="MsoNormal">Aleurites Moluccana</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 81pt;" valign="top" width="108"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">Inti biji</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 99pt;" valign="top" width="132"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">57-69</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 45pt;" valign="top" width="60"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">NP</p> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0in; width: 1.25in;" valign="top" width="120"> <p class="MsoNormal">Kusambi</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 135pt;" valign="top" width="180"> <p class="MsoNormal">Sleichera Trijuga</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 81pt;" valign="top" width="108"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">Sabut</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 99pt;" valign="top" width="132"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">55-70</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 45pt;" valign="top" width="60"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">NP</p> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0in; width: 1.25in;" valign="top" width="120"> <p class="MsoNormal">Nimba</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 135pt;" valign="top" width="180"> <p class="MsoNormal">Azadiruchta Indica</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 81pt;" valign="top" width="108"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">Inti biji</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 99pt;" valign="top" width="132"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">40-50</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 45pt;" valign="top" width="60"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">NP</p> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0in; width: 1.25in;" valign="top" width="120"> <p class="MsoNormal">Saga Utan</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 135pt;" valign="top" width="180"> <p class="MsoNormal">Adenanthera Pavonina</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 81pt;" valign="top" width="108"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">Inti biji</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 99pt;" valign="top" width="132"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">14-28</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 45pt;" valign="top" width="60"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">P</p> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0in; width: 1.25in;" valign="top" width="120"> <p class="MsoNormal">Sawit</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 135pt;" valign="top" width="180"> <p class="MsoNormal">Elais Suincencis</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 81pt;" valign="top" width="108"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">Sabut dan biji</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 99pt;" valign="top" width="132"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">45-70 + 46-54</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 45pt;" valign="top" width="60"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">P</p> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0in; width: 1.25in;" valign="top" width="120"> <p class="MsoNormal">Nyamplung</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 135pt;" valign="top" width="180"> <p class="MsoNormal">Callophyllum Lanceatum</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 81pt;" valign="top" width="108"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">Inti biji</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 99pt;" valign="top" width="132"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">40-73</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 45pt;" valign="top" width="60"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">P</p> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0in; width: 1.25in;" valign="top" width="120"> <p class="MsoNormal">Randu Alas</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 135pt;" valign="top" width="180"> <p class="MsoNormal">Bombax Malabaricum</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 81pt;" valign="top" width="108"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">Biji</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 99pt;" valign="top" width="132"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">18-26</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 45pt;" valign="top" width="60"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">NP</p> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0in; width: 1.25in;" valign="top" width="120"> <p class="MsoNormal">Sirsak</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 135pt;" valign="top" width="180"> <p class="MsoNormal">Annona Muricata</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 81pt;" valign="top" width="108"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">Inti biji</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 99pt;" valign="top" width="132"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">20-30</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 45pt;" valign="top" width="60"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">NP</p> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0in; width: 1.25in;" valign="top" width="120"> <p class="MsoNormal">Srikaya</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 135pt;" valign="top" width="180"> <p class="MsoNormal">Annona Squosa</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 81pt;" valign="top" width="108"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">Biji</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 99pt;" valign="top" width="132"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">15-20</p> </td> <td style="padding: 0in; width: 45pt;" valign="top" width="60"> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center">NP</p> </td> </tr> </tbody></table> </div> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p>Handi Setio Buonohttp://www.blogger.com/profile/17745541839665127676noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3592119714378858704.post-43052404663260037322008-12-29T18:15:00.002-08:002008-12-29T18:17:05.208-08:00INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH SAKIT<p><strong><span style="font-size: 7pt; font-family: Verdana; color: rgb(51, 51, 51);">Pendahuluan </span></strong><span style="font-size: 7pt; font-family: Verdana; color: rgb(51, 51, 51);"><o:p></o:p></span></p> <p style="margin-bottom: 12pt;"><span style="font-size: 7pt; font-family: Verdana; color: rgb(51, 51, 51);"> Di masa lalu, suatu rumah sakit dibangun di suatu wllayah yang jaraknya cukup jauh dan daerah pemukiman, dan biasanya dekat dengan sungai dengan pertimbangan agar pengelolaan limbah baik padat rnaupun cair tidak berdampak negatif terhadap penduduk, atau bila ada dampak negatif maka dampak tersebut dapat diperkecil.<br /> Untuk pengolahan air limbah rumah sakit dengan kapasitas yang besar, umuninya menggunakan teknlogi pengolahan air lirnbah °Lurnpur Aktir atau Activated Sludge Process, tetapi untuk kapasitas kecil cara tersebut kurang ekonmis karena biaya operasinya cukup besar. Air limbah rumah sakit adalah seluruh buangan cair yang berasal dan hasil proses seluruh kegiatan rumah sakit yang meliputi: limbah domestik cair yakni buangan kamar mandi, dapur, air bekas pencucian pakaian; Limbah cair klinis yakni air Limbah yang berasal dan kegiatan klinis rumah sakit misalnya air bekas cucian luka, cucian darah dll.; air lirnbah laboratorium; dan lainnya.<br /> Air limbah rumah sakit yang berasal dan buangan domestik maupun buangan limbah cair klinis umumnya mengandung senyawa polutan organik yang cukup tinggi, dan dapat diolah dengan proses pengolahan secara biologis, sedangkan untuk air limbah rumah sakit yang benasal dari laboratorium biasanya banyak rnengandung logam berat yang mana bila air limbah tersebut dialirkan ke dalam dapat mengganggu proses pengolahannya. OIeh karena itu untuk pengelolaan air limbah rumah sakit, maka air limbah yang berasal dari laboratorium dipisahkan dan ditampung, kemudian diolah secara kimia-fisika, Selanjutnya air olahannya dialirkan bersania-sama dengan air limbah yang lain, dan selanjutnya diolah dengan proses pengolahan secara biologis. Diagram proses pengelolaan air limbah rumah sakit secara umum dapat dilihat seperti pada gambar I. <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 7pt; font-family: Verdana; color: rgb(51, 51, 51);"><!--[if gte vml 1]><v:shapetype id="_x0000_t75" coordsize="21600,21600" spt="75" preferrelative="t" path="m@4@5l@4@11@9@11@9@5xe" filled="f" stroked="f"> <v:stroke joinstyle="miter"> <v:formulas> <v:f eqn="if lineDrawn pixelLineWidth 0"> <v:f eqn="sum @0 1 0"> <v:f eqn="sum 0 0 @1"> <v:f eqn="prod @2 1 2"> <v:f eqn="prod @3 21600 pixelWidth"> <v:f eqn="prod @3 21600 pixelHeight"> <v:f eqn="sum @0 0 1"> <v:f eqn="prod @6 1 2"> <v:f eqn="prod @7 21600 pixelWidth"> <v:f eqn="sum @8 21600 0"> <v:f eqn="prod @7 21600 pixelHeight"> <v:f eqn="sum @10 21600 0"> </v:formulas> <v:path extrusionok="f" gradientshapeok="t" connecttype="rect"> <o:lock ext="edit" aspectratio="t"> </v:shapetype><v:shape id="_x0000_i1025" type="#_x0000_t75" alt="Image" style="'width:225pt;height:123.75pt;mso-wrap-distance-left:4.5pt;"> <v:imagedata src="file:///C:\DOCUME~1\user\LOCALS~1\Temp\msohtml1\01\clip_image001.jpg" href="http://lc.bppt.go.id/iptek/images/stories/lingkungan/diagram-air-limbah-rs.jpg"> </v:shape><![endif]--><!--[if !vml]--><img src="file:///C:/DOCUME%7E1/user/LOCALS%7E1/Temp/msohtml1/01/clip_image001.jpg" alt="Image" shapes="_x0000_i1025" height="165" hspace="6" width="300" /><!--[endif]--><o:p></o:p></span></p> <p><span style="font-size: 7pt; font-family: Verdana; color: rgb(51, 51, 51);">Gambar 1: Diagram pengelolaan air limbah rumah sakit <o:p></o:p></span></p> <p><strong><span style="font-size: 7pt; font-family: Verdana; color: rgb(51, 51, 51);">Proses Pengolahan </span></strong><span style="font-size: 7pt; font-family: Verdana; color: rgb(51, 51, 51);"> <o:p></o:p></span></p> <p><span style="font-size: 7pt; font-family: Verdana; color: rgb(51, 51, 51);"> Seluruh air limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit, yakni yang berasal dari limbah domestik maupun air limbah yang berasal dari kegiatan klinis rumah sakit dikumpulkan melalui saluran pipa pengumpul. Selanjutnya dialirkan ke bak kontrol. Fungsi bak kontrol adalah untuk mencegah sampah padat misalnya plastik, kaleng, kayu agar tidak masuk ke dalam unit pengolahan limbah, serta rnencegah padatan yang tidak bisa terurai misalnya lumpur, pasir, abu gosok dan lainnya agar tidak masuk kedalam unit pengolahan limbah. </span><span style="font-size: 7pt; font-family: Verdana; color: rgb(51, 51, 51);" lang="SV">Dari bak kontrol, air limbah dialirkan ke bak pengurai anaerob. Bak pengurai anaerob dibagi menjadi tiga buah ruangan yakni bak pengendapan atau bak pengurai awal, biofilter anaerob tercelup dengan aliran dari bawah ke atas (Up Flow), serta bak stabilisasi.<br /> Selanjutnya dari bak stabilisasi, air limbah dialirkan ke unit pengolahan lanjut. Unit pengolahan lanjut tersebut terdiri dari beberapa buah ruangan yang berisi media untuk pembiakan mikro-organisme yang akan menguraikan senyawa polutan yang ada di dalam air limbah. Setelah melalui unit pengolahan lanjut , air hasil olahan dialirkan ke bak khloronasi. Di dalam bak khloronasi air limbah dikontakkan dengan khlor tablet agar seluruh mikroorganisme patogen dapat dimatikan. Dari bak khlorinasi air limbah sudah dapat dibuang langsung ke sungai atau saluran umum. <o:p></o:p></span></p> <p><strong><span style="font-size: 7pt; font-family: Verdana; color: rgb(51, 51, 51);">Bentuk dan Prototipe Alat </span></strong><span style="font-size: 7pt; font-family: Verdana; color: rgb(51, 51, 51);"> <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size: 7pt; font-family: Verdana; color: rgb(51, 51, 51);"> Rancangan prototipe alat dirancang yang digunakan untuk uji coba pegolahan air limbah rumah sakit ditunjukkan sepenti pada Garnbar IV.1. </span><span style="font-size: 7pt; font-family: Verdana; color: rgb(51, 51, 51);" lang="SV">Prototipe alat ini secara garis besar tendiri dari bak pengendapan/pengurai anaerob dan unit pengolahan lanjut dengan sistem biofilter anaerob-aenob. Bak pengurai anaerob dibuat dari bahan beton cor atau dari bahan fiber glas (FRP), disesuaikan dengan kondisi yang ada. Ukuran bak pengurai anaerob yakni panjang 160 cm, lebar 160 cm, dan kedalaman efektif sekitar 200 cm, dengan waktu tinggal sekitar 8 jam.<br /> Unit pengolahan lanjut dibuat dari bahan fiber glas (FRP) dan dibuat dalam bentuk yang kompak dan langsung dapat dipasang dengan ukuran panjang 310 cm, lebar 100 cm dan tinggi 190 cm. Ruangan di dalam alat tersebut dibagi menjadi beberapa zona yakni ruangan pengendapan awal, zona biofilter anaerob, zona biofilter aerob dan rungan pengendapan akhir. Media yang digunakan untuk biofiiter adalah batu apung atau batu pecah dengan ukuran 1-2 cm, atau dari bahan lain misainya zeolit, batubara (anthrasit), plastik dan lainnnya.<br /> Selain itu, air limbah yang ada di dalam ruangan pengendapan akhir sebagian disirkulasi ke zona aerob dengan menggunakan pompa sirkulasi. <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 7pt; font-family: Verdana; color: rgb(51, 51, 51);"><!--[if gte vml 1]><v:shape id="_x0000_i1026" type="#_x0000_t75" alt="Image" style="'width:243pt;height:125.25pt;"> <v:imagedata src="file:///C:\DOCUME~1\user\LOCALS~1\Temp\msohtml1\01\clip_image002.jpg" href="http://lc.bppt.go.id/iptek/images/stories/lingkungan/pengolahan-air-limbah-rs.jpg"> </v:shape><![endif]--><!--[if !vml]--><img src="file:///C:/DOCUME%7E1/user/LOCALS%7E1/Temp/msohtml1/01/clip_image003.jpg" alt="Image" shapes="_x0000_i1026" height="167" hspace="6" width="324" /><!--[endif]--><o:p></o:p></span></p> <p><span style="font-size: 7pt; font-family: Verdana; color: rgb(51, 51, 51);">Gambar 2: Diagram proses pengolahan air limbah rumah sakit<o:p></o:p></span></p> <p><strong><span style="font-size: 7pt; font-family: Verdana; color: rgb(51, 51, 51);">Kapasitas Alat </span></strong><span style="font-size: 7pt; font-family: Verdana; color: rgb(51, 51, 51);"> <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size: 7pt; font-family: Verdana; color: rgb(51, 51, 51);"> </span><span style="font-size: 7pt; font-family: Verdana; color: rgb(51, 51, 51);" lang="SV">Prototipe alat ini dirancang untuk dapat mengolah air limbah sebesar 10 -15 m 3/hari, yang dapat melayani rumah sakit dengan 30 —50 bed. <o:p></o:p></span></p> <p><strong><span style="font-size: 7pt; font-family: Verdana; color: rgb(51, 51, 51);">Lokasi Penempatan Alat</span></strong><span style="font-size: 7pt; font-family: Verdana; color: rgb(51, 51, 51);"><o:p></o:p></span></p> <p><span style="font-size: 7pt; font-family: Verdana; color: rgb(51, 51, 51);"> </span><span style="font-size: 7pt; font-family: Verdana; color: rgb(51, 51, 51);" lang="SV">Uji coba prototipe alat pengolah air limbah rumah sakit dilakukan Rumah Sakit “Makna”, Ciledug, Tangerang. Air yang diolah adalah seluruh limbah cair yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit, yakni baik yang berasal dari limbah domestik maupun limbah yang berasal dari limbah klinis. <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 7pt; font-family: Verdana; color: rgb(51, 51, 51);"><!--[if gte vml 1]><v:shape id="_x0000_i1027" type="#_x0000_t75" alt="Image" style="'width:263.25pt;height:171.75pt;"> <v:imagedata src="file:///C:\DOCUME~1\user\LOCALS~1\Temp\msohtml1\01\clip_image004.jpg" href="http://lc.bppt.go.id/iptek/images/stories/lingkungan/penampang.jpg"> </v:shape><![endif]--><!--[if !vml]--><img src="file:///C:/DOCUME%7E1/user/LOCALS%7E1/Temp/msohtml1/01/clip_image005.jpg" alt="Image" shapes="_x0000_i1027" height="229" hspace="6" width="351" /><!--[endif]--><br />Gambar 3: Penampang melintang <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 7pt; font-family: Verdana; color: rgb(51, 51, 51);"> <!--[if gte vml 1]><v:shape id="_x0000_i1028" type="#_x0000_t75" alt="Image" style="'width:264pt;height:159.75pt;"> <v:imagedata src="file:///C:\DOCUME~1\user\LOCALS~1\Temp\msohtml1\01\clip_image006.jpg" href="http://lc.bppt.go.id/iptek/images/stories/lingkungan/ipal-dlm-tanah.jpg"> </v:shape><![endif]--><!--[if !vml]--><img src="file:///C:/DOCUME%7E1/user/LOCALS%7E1/Temp/msohtml1/01/clip_image007.jpg" alt="Image" shapes="_x0000_i1028" height="213" hspace="6" width="352" /><!--[endif]--> <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 7pt; font-family: Verdana; color: rgb(51, 51, 51);">Gambar 4: Pembangunan IPAL di dalam tanah<o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 7pt; font-family: Verdana; color: rgb(51, 51, 51);"> <!--[if gte vml 1]><v:shape id="_x0000_i1029" type="#_x0000_t75" alt="Image" style="'width:256.5pt;height:156.75pt;"> <v:imagedata src="file:///C:\DOCUME~1\user\LOCALS~1\Temp\msohtml1\01\clip_image008.jpg" href="http://lc.bppt.go.id/iptek/images/stories/lingkungan/ipal-jatim.jpg"> </v:shape><![endif]--><!--[if !vml]--><img src="file:///C:/DOCUME%7E1/user/LOCALS%7E1/Temp/msohtml1/01/clip_image009.jpg" alt="Image" shapes="_x0000_i1029" height="209" hspace="6" width="342" /><!--[endif]--><o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 7pt; font-family: Verdana; color: rgb(51, 51, 51);">Gambar 5: IPAL RS. Jatiroto, Jawa Timur<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p>Handi Setio Buonohttp://www.blogger.com/profile/17745541839665127676noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-3592119714378858704.post-48320782995926175202008-12-29T18:15:00.001-08:002008-12-29T18:15:44.679-08:00ATASI BANJIR DENGAN TEKNOLOGI LUBANG RESAPAN BIOPORI<p class="ofihkolomred" style="text-align: justify;">Apakah kamu tidak memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah menurunkan air dari langit, maka diaturnya menjadi sumber-sumber air yang mengalir, kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air tanaman yang bermacam-macam warnanya, lalu ia menjadi kering dan kamu melihatnya kekuning-kuningan, kemudian dijadikan-Nya hancur berderai-derai. <span style="" lang="SV">Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal (QS Az-Zumar:21).<o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="" lang="SV">Ayat Al-Quran itulah yang menjadi dasar Peneliti Institut Pertanian Bogor yang juga staf Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB Ir. Kamir R. Brata, Msc mengembangkan penemuan ilmiahnya tentang Lubang Serapan Biopori untuk mencegah banjir. Ia juga memanfaatkan sampah organik, untuk menghidupkan mahkluk kecil dalam tanah yang berguna sebagai penghasil sumber air baru.<o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="" lang="SV">Teknologi ini diawali dengan pembuatan lubang sedalam 120 centimeter atau disesuaikan dengan jenis tanah, dengan diameter sekitar 10 centimeter. Langkah selanjutnya adalah memasukan sampah lapuk dua sampai tiga kilogram tergantung jenisnya ke dalam lubang tersebut, lalu tutup dengan kawat jaring agar orang yang menginjaknya tidak terperosok.<o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="" lang="SV">Teknologi ini menurut Kamir, bisa diterapkan diselokan yang seluruhnya tertutup semen ataupun dihalaman rumah. Air hujan yang masuk dengan mudah ketanah dan terserap ke dalam lubang yang bisa dibuat lebih dari satu itu. Bagaimana perjalanan Kamir R. Brata sampai menemukan teknologi Lubang Serapan Biopori ini? Berikut bincang-bincan eramuslim di tempat kediamannya di Bogor.<o:p></o:p></span></p> <p class="textberitan" style="text-align: justify;"><span style="" lang="SV">Sebenarnya apa yang mengilhami anda menemukan teknologi baru seperti ini?<o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="" lang="SV">Saya terinspirasi bahwa segala sesuatu yang ada dimuka bumi ini tidak mubazir. Air penting bagi kehidupan jangan dibuang, sampah juga penting jangan dibuang. Sudah jelas masalahnya, karena itu saya menggunakannya dalam penelitian ini. Semua orang dapat memanfaatkannya tanpa alasan, dengan segera, agar tidak terlalu banyak kemubaziran dan kita dapat merasakan manfaatnya.<o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="" lang="SV">Yang banyak terjadi sekarang para ahli dan orang selalu digoda setan, dan menggampangkan permasalahan yang bisa berdampak besar. Misalnya biar saja buang sedikit sampah ataupun air dari atas pegunungan. Sedikit mula-mula memang tidak membahayakan. Tetapi kalau semua melakukannya pasti akan terjadi musibah.<o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="" lang="SV">Saya selaku orang Muslim, menyadari bahwa pelaksanaan ibadah yang dilakukan harus disertai dengan ketaatan kita dalam menjalankan perintahNya. Hal itu dapat terlihat kalau kita tidak mentaati apa yang menjadi perintah Tuhan, Dia akan menurunkan berbagai cobaan dan musibah. Karena itu, sebagai seorang ahli yang mengetahui sistem ekologi tanah, di mana antara ekosistem antara makhluk hidup yang berada di dalam tanah dan makhluk yang tak hidupnya saling ketergantungan, maka kita perlu mengupayakan agar ekosistem tanah tetap utuh dan tidak rusak demi kelangsungan kedua jenis makhluk yang ada didalamnya.<o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="" lang="SV">Sampah yang kita buang, lama kelamaan semakin banyak dan akan menjadi beban bagi lingkungan, dan juga beban bagi manusia, karena tempat tinggalnya harus dipakai untuk membuang sampah. Banyak juga yang berinisiatif membuangnya kesungai ataupun saluran air, itupun akan menimbulkan dampak baru yakni meluapnya air sungai.<o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="" lang="SV">Karena itu saya berupaya mencari sebuah teknologi dan sebagai orang yang beragama pun saya terpanggil untuk melakukan perubahan. Kita memang sudah mengenal yang namanya sumur resapan air, tapi proses itu masih belum bisa mencegah kemubaziran, karena tanahnya, hasil galian yang tidak sedikit itu harus dibuang ke tempat lain. Selain itu air yang meresap tidak terlalu banyak, sangat sulit memeliharanya.<o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="" lang="SV">Atas pemikiran itu serta dengan alasan saya mengetahui makhluk Tuhan yang ada di dalam tanah perlu dibantu untuk terus mendapatkan makanan dari bahan organik, maka saya mencoba membuat Lubang Serapan Biopori ini.<o:p></o:p></span></p> <p class="textberitan" style="text-align: justify;"><span style="" lang="SV">Sebenarnya apa yang menjadi keunggulan teknologi ini?<o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="" lang="SV">Air merupakan bagian dari makhluk hidup ada yang menyerap 50 persen dalam badannya, ada yang 80 persen, tanpa air makhluk hidup akan mati. Selain membutuhkan air, makhluk hidup membutuhkan oksigen dan juga makanan. Yang bisa menghidupi itu adalah mereka yang bisa memanfaatkan sinar matahari untuk berfotosintesis yakni tumbuhan dan tanaman, mereka membutuhkan makanan dan energi yang diserap melalui akar yang ada ditanah. Proses ini terjadi dengan sempurna apabila kandungan air dalam tanah cukup dan tidak berlebihan.<o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;">Jika air tanah masih utuh maka kerja makhluk di bawah tanah ini akan mengganti air yang hilang karena penguapan diambil oleh tanaman dan manusia, dan perlahan-lahan muncul sumber air baru yang akn dialirkan ke sungai, untuk danau dan situ-situ, serta dapat mendorong air asin tidak masuk kedarataan. Itu akan terjadi jika air cukup diserap oleh tanah. Sebagian orang menganggap itu kerja dari hutan, lantaran mereka melas mengurusnya lagi maka sedikit demi sedikit hutan diubah menjadi kebun yang jelas fungsinya berbeda. Ini yang lama kelamaan diselewengkan.</p> <p style="text-align: justify;">Saya mencoba berpikir bahwa lubang-lubang kecil bisa dibuat oleh siapapun, katakanlah hutan yang tidak ada penghuninya saja mempunyai lubang-lubang kecil atau Biopori. Kenapa disebut Biopori, sebab lubang yang dibuat itu diisi dengan bahan organik, mulanya cacing, dan di situ tidak ada pencemaran, karena bahan organik semuanya akan larut dan hilang, dan di dalam lubang itu terdapat celah-celah cabang.</p> <p style="text-align: justify;">Dengan teknologi ini, kita membuat tempat untuk makhluk hidup untuk penyerapan air, dengan memanfaatkan apa yang harus kita buang. <span style="" lang="SV">Namun yang tidak semua jenis sampah yang bisa ditampung, khusus sampah organik saja. Oleh karena itu yang paling dibutuhkan dalam penerapan teknologi ini adalah kesadaram untuk tidak membuang sampah karena sampah itu adalah sumber daya, apapun jenis sampahnya. Sampah yang tidak lapuk bisa dimanfaatkan oleh pemulung menjadi bahan industri.<o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="" lang="SV">Karena itu ubahlah kebiasaan kita, agar selalu memisahkan sampah organik dan non organik. Serta jangan selalu membuang sampah di tempat penampungan, selain menimbulkan bau, sarang lalat, dan tikus, juga dapat merusak lingkungan. Apalagi jika diendapkan di tempat pembuangan akhir sampah, itu akan lama lapuknya dan dapat menghasilkan zat metana yang apabila tidak disalurkan bisa meledak seperti yang terjadi di TPA Luwi Gajah.<o:p></o:p></span></p> <p class="textberitan" style="text-align: justify;"><span style="" lang="SV">Teknologi ini bisa diterapkan di mana saja?<o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="" lang="SV">Karena sejak awal saya memikirkan bahwa ini sangat mudah untuk diterapkan, maka tidak ada alasan bagi orang yang membuang sampah dan menggunakan air untuk tidak melakukannya. Artinya setiap orang yang menghasilkan sampah dan menggunkan air maka semua wajib memproses sampahnya sendiri, jangan dibuang ke tempat lain, demikian juga dengan air. Mau lahannya sudah ditutup oleh bangunan ataupun jalan, apalagi yang masih terbuka harus melakukan cara ini. Kenapa ini diwajibkan, jangankan yang tertutup dengan bidang kedap yang dibuat manusia, lahan pertanian dan perkebunan yang masih kosong saja teknologinya membuat kelebihan air untuk dibuang.<o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="" lang="SV">Dengan teknologi ini semua orang dapat memanfaatkan air yang sangat dibutuhkan oleh kehidupan di mana saja. Karena curah hujan ini tidak hanya jatuh dikawasan situ saja, sehingga yang paling gampang agar tidak membebani lingkungan, semua orang harus membuat peresapan itu dengan baik. Setelah saya terangkan dengan mudah, diharapkan ini bisa diterapkan oleh semua orang.<o:p></o:p></span></p> <p class="textberitan" style="text-align: justify;"><span style="" lang="SV">Apakah ini bisa meminimalisir banjir seperti yang terjadi di kota Jakarta?<o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="" lang="SV">Air menjadi penyebab banjir kalau drainase tidak bisa menampung air saat itu. Jika hujan jatuh secara merata bukan di sungai, di daratan kita resapkan dan meresapnya juga perlahan-lahan, itu akan menjadi sumber air baru. Kalau tidak diresapkan darimana pun air berasal, hutan, kebun maupun pemukiman kalau dibiarkan akan membebankan sungai. Apalagi kalau ditambah dengan sampah yang dibuang sembarangan. Ini akan menjadi sumbatan bagi sungai dan menimbulkan pencemaan baru bagi sumber air. Jika teknologi ini diterapkan maka banjir yang lima tahunan terjadi pasti tidak seberat sekarang ini. Saya menganggap banjir yang terjadi ini disebakan rencana umum tata ruang yang belum dilakukan dengan baik.<o:p></o:p></span></p> <p class="textberitan" style="text-align: justify;"><span style="" lang="SV">Penemuan anda ini sepertinya harus dibarengi dengan kesadaran masyarakat, apakah ada upaya dari IPB bekerjasama dengan pihak lain untuk membangkitka kesadaran masyarakat itu?<o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="" lang="SV">Setelah ada media yang mulai mengangkat hasil penelitian ini, saya merasa mempunyai tanggung jawab moral, setelah mengetahui ada teknologi yang mudah, dan kira-kira semua orang bisa menerapkannya. Saya mewacanakan ini. Dan untuk merubah kebiasaan masyarakat, harus ada perubahan persepsi, bahwa sampah itu jangan dibuang. Memang tidak mudah, karena pasti mereka berfikiran sampah akan mencemarkan pemukiman kita.<o:p></o:p></span></p> <p class="textberitan" style="text-align: justify;"><span style="" lang="SV">Apakah penemuan teknologi lubang serapan Biopori ini sudah anda sosialisasikan kepada pemerintah dan apa tanggapan dari pemerintah?<o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="" lang="SV">Saya sudah tawarkan pada Departemen Pertanian, tapi belum ada tanggapan. Karena itu saya mencoba sosialisasikan melalui anda (media), meskipun tidak secara langsung, namun paling tidak ini dapat menjadi pilihan bagi masyarakat. Saya akui ini memang agak sulit untuk disebarkan langsung, karena aparat dibawahnya masih mengikuti petunjuk teknis dari departemen terkait. Tetapi jika departemen mengetahui ada pilihan yang lebih aman, bisa melakukannya.<o:p></o:p></span></p> <p class="textberitan" style="text-align: justify;"><span style="" lang="SV">Apa kelemahan hasil penemuan anda ini, misalnya saja sampah organik ini busuk dan menjadi bau?<o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="" lang="SV">Saya sedang menanti-nanti apa yang menjadi kelemahannya. Menurut saya, kalau bahan organik itu berada pada lubang yang kecil bisa masuk cacing, proses itu akan diuraikan, tidak mungkin menjadi kotor dan bau. Tetapi kalau lubang besar, busuk, karena terlalu banyak, sampah sulit diuraikan. Karena itu sampah harus disebarkan, jangan hanya berada disatu tempat. Hasilnya itu juga bisa dijadikan kompos.<o:p></o:p></span></p> <p class="textberitan" style="text-align: justify;"><span style="" lang="SV">Berapa biaya yang dikeluarkan untuk lubang serapan Biopori ini?<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="" lang="SV">Kalau untuk membuat lubangnya, kita hanya memerlukan bor tanah. Paling mudah karena dapat dilakukan secara manual dengan bor tanah dengan harga 200-300 ribu dan itu bisa dipakai oleh puluhan orang dalam waktu yang lama. Dapat dipakai untuk membuat lubang tambahan. Jika dibandingkan dengan sumur serapan, biayanya akan lebih mahal. Dengan lubang kecil ini air akan menyerap lebih cepat, karena air yang masuk sedikit dan menyebar. Untuk penerapan teknologi ini biayanya tidak terlalu besar, tetapi efektivitasnya lebih besar<o:p></o:p></span></p>Handi Setio Buonohttp://www.blogger.com/profile/17745541839665127676noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3592119714378858704.post-33348421196229747742008-12-29T18:11:00.000-08:002008-12-29T18:14:25.665-08:00Wind Enegy Indonesia<p class="style20">Background </p> <p class="style16">Wind is a form of solar energy. The uneven heating of the atmosphere by the sun, the irregularities of the earth's surface, and rotation of the earth cause winds. Wind flow patterns are modified by the earth's terrain, bodies of water, and vegetation. Humankind uses this wind flow, or motion energy, for many purposes, to name a few: flying a kite/zeppelin, sailing, grinding grain, pumping water, and even generating electricity.</p> <p class="style16">The terms wind energy or wind power describe the process by which the wind is used to generate mechanical power or electricity. Wind turbines convert the kinetic energy in the wind into mechanical power. This mechanical power can be used for specific tasks (such as grinding grain or pumping water) or a generator can convert this mechanical power into electricity. </p> <p class="style16">A wind turbine works the opposite of a fan. Instead of using electricity to make wind, like a fan, wind turbines use wind to make electricity. The wind turns the blades, which spin a shaft, which connects to a generator and makes electricity. Large and modern wind turbines operate together in wind farms to produce electricity for utilities, while homeowners and remote villages, to help meet their energy needs, use small turbines. </p> <p class="style16"><st1:country-region st="on"><st1:place st="on">Indonesia</st1:place></st1:country-region> has relatively available potential site for wind energy utilization, but its utilization is still low. Currently, research and efforts are continuously conducted to open the possibilities of increasing the wind energy utilization. </p> <p class="style20"><strong>Advantages/Disadvantages of Wind Energy </strong></p> <p class="style16">Despite its disadvantages, wind energy offers many advantages, which explains why it's the fastest-growing energy source in the world. Research efforts are aimed at addressing the challenges to larger use of wind energy. </p> <p class="style16"><strong>Advantages </strong></p> <ol start="1" type="1"><li class="MsoNormal" style="">Because wind energy is fueled by the wind, a clean fuel source, it makes wind energy a clean energy. Wind energy does not pollute the air like common power plants that rely on combustion of fossil fuels, such as coal or natural gas. Wind turbines do not produce harmful emissions that cause acid rain or greenhouse gasses, so it is environmentally friendly. </li><li class="MsoNormal" style="">Wind energy is a domestic source of energy, produced in the <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region></st1:place> . The nation's wind supply is relatively available (especially in the eastern part). </li><li class="MsoNormal" style="">Wind energy relies on the renewable power of the wind, which cannot be used up. As already mentioned, wind is actually a form of solar energy. </li><li class="MsoNormal" style="">Nowadays, wind energy is one of the lowest-priced renewable energy technologies available. Depending upon the wind resource and project financing of the particular project, wind energy cost less than 6 cents USD per kilowatt-hour (for potential site with wind speed > 5 m/s or offshore). </li><li class="MsoNormal" style="">Wind turbines can be constructed on farms or ranches, thus benefiting the economy in rural areas, where most of the best wind sites are found. Farmers and ranchers can continue to work the land because the wind turbines use only a fraction of the land. Wind power plant owners make rent payments to the farmer or rancher for the use of the land. </li></ol> <p class="style16"><strong>Disadvantages </strong></p> <ol start="1" type="1"><li class="MsoNormal" style="">Wind power must compete with conventional generation sources on a cost basis. Depending on how energetic a wind site is, the wind farm may or may not be cost competitive. Even though the cost of wind power has decreased dramatically in the past 10 years, the technology requires a higher initial investment than fossil-fueled generators (and even other renewable based generators). </li><li class="MsoNormal" style="">The major challenge to using wind as a source of power is that the wind is intermittent and it does not always blow when electricity is needed. Wind energy cannot be stored (unless batteries are used); and not all winds can be harnessed to meet the timing of electricity demands. </li><li class="MsoNormal" style="">Suitable wind sites are often located in remote locations, far from cities where the electricity is needed. </li><li class="MsoNormal" style="">Wind resource development may compete with other uses for the land and those alternative uses may be more highly valued than electricity generation. </li><li class="MsoNormal" style="">Although wind power plants have relatively small impact on the environment compared to other conventional power plants, there is some concern over the noise produced by the rotor blades, aesthetic (visual) impacts, and sometimes birds have been killed by flying into the rotors. Most of these problems have been resolved or greatly reduced through technological development or by properly siting wind plants.</li></ol> <p class="style16"><strong>General Condition in <st1:country-region st="on"><st1:place st="on">Indonesia</st1:place></st1:country-region> </strong></p> <ul type="disc"><li class="MsoNormal" style="">Wind energy development is part of national energy program in order to realize a sustainable supply and utilization of energy. </li><li class="MsoNormal" style="">There are some potential locations in the country for wind energy utilization.</li><li class="MsoNormal" style="">Installed capacity for wind power is relatively still small compared to its potential. </li></ul> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p>Handi Setio Buonohttp://www.blogger.com/profile/17745541839665127676noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3592119714378858704.post-45281139881627643132008-12-29T06:49:00.000-08:002008-12-29T06:50:19.036-08:00WATER POLLUTION<p style="text-align: justify;">A change in the chemical, physical, biological, and radiological quality of water that is injurious to its existing, intended, or potential uses (for example, boating, <a class="alnk" name="&lid=ALINK" href="http://www.answers.com/topic/waterskiing" target="_top">waterskiing</a>, swimming, the consumption of fish, and the health of aquatic organisms and <a class="alnk" name="&lid=ALINK" href="http://www.answers.com/topic/ecosystems-1" target="_top">ecosystems</a>). The term “water pollution” generally refers to human-induced (<a class="alnk" name="&lid=ALINK" href="http://www.answers.com/topic/anthropogenic" target="_top">anthropogenic</a>) changes to water quality. Thus, the discharge of toxic chemicals from a pipe or the release of livestock waste into a nearby water body is considered pollution. Conversely, nutrients that originate from animals in the wild or <a class="alnk" name="&lid=ALINK" href="http://www.answers.com/topic/toxin" target="_top">toxins</a> that originate from natural processes are not considered pollution.</p> <p style="text-align: justify;">The contamination of ground water, rivers, lakes, wetlands, estuaries, and oceans can threaten the health of humans and aquatic life. Sources of water pollution are generally divided into two categories. The first is point-source pollution, in which contaminants are discharged from a discrete location. Sewage outfalls and <a class="alnk" name="&lid=ALINK" href="http://www.answers.com/topic/oil-spill-1" target="_top">oil spills</a> are examples of point-source pollution. The second category is non-point-source or <a class="alnk" name="&lid=ALINK" href="http://www.answers.com/topic/diffuse" target="_top">diffuse</a> pollution, referring to all of the other discharges that deliver contaminants to water bodies. Acid rain and <a class="alnk" name="&lid=ALINK" href="http://www.answers.com/topic/unconfined" target="_top">unconfined</a> runoff from agricultural or urban areas are examples of non-point-source pollution. The principal contaminants of water include toxic chemicals, <a class="alnk" name="&lid=ALINK" href="http://www.answers.com/topic/nutrients-1" target="_top">nutrients</a> and <a class="alnk" name="&lid=ALINK" href="http://www.answers.com/topic/biodegradable" target="_top">biodegradable</a> organics, and <a class="alnk" name="&lid=ALINK" href="http://www.answers.com/topic/bacteria" target="_top">bacterial</a> and viral pathogens.</p> <p style="text-align: justify;">Water pollution can threaten human health when pollutants enter the body via skin exposure or through the direct consumption of <a class="alnk" name="&lid=ALINK" href="http://www.answers.com/topic/contaminate" target="_top">contaminated</a> food or drinking water. Priority pollutants, including dichlorodiphenyl <a class="alnk" name="&lid=ALINK" href="http://www.answers.com/topic/trichloroethane" target="_top">trichloroethane</a> (DDT) and <a class="alnk" name="&lid=ALINK" href="http://www.answers.com/topic/pcb" target="_top">polychlorinated biphenyls</a> (PCBs), persist in the natural environment and bioaccumulate in the tissues of aquatic organisms. These persistent organic pollutants are transferred up the food chain (in a process called biomagnification), and they can reach levels of concern in fish species that are eaten by humans. Finally, bacteria and viral pathogens can pose a public health risk for those who drink contaminated water or eat raw <a class="alnk" name="&lid=ALINK" href="http://www.answers.com/topic/shellfish" target="_top">shellfish</a> from polluted water bodies. <em>See also</em> <a class="ilnk" href="http://www.answers.com/topic/environmental-toxicology" target="_top">Environmental toxicology</a>; <a class="ilnk" href="http://www.answers.com/topic/food-web" target="_top">Food web</a>.</p> <p style="text-align: justify;">Contaminants have a significant impact on aquatic ecosystems. for example, enrichment of water bodies with nutrients (principally nitrogen and <a class="alnk" name="&lid=ALINK" href="http://www.answers.com/topic/phosphorus" target="_top">phosphorus</a>) can result in the growth of <a class="alnk" name="&lid=ALINK" href="http://www.answers.com/topic/alga" target="_top">algae</a> and other aquatic plants that shade or <a class="alnk" name="&lid=ALINK" href="http://www.answers.com/topic/clog" target="_top">clog</a> streams. If wastewater containing biodegradable organic matter is discharged into a stream with inadequate dissolved oxygen, the water downstream of the point of discharge will become <a class="alnk" name="&lid=ALINK" href="http://www.answers.com/topic/anaerobic" target="_top">anaerobic</a> and will be <a class="alnk" name="&lid=ALINK" href="http://www.answers.com/topic/turbidity" target="_top">turbid</a> and dark. Settleable solids, if present, will be deposited on the <a class="alnk" name="&lid=ALINK" href="http://www.answers.com/topic/streambed" target="_top">streambed</a>, and anaerobic <a class="alnk" name="&lid=ALINK" href="http://www.answers.com/topic/decomposition" target="_top">decomposition</a> will occur. Over the reach of stream where the dissolved-oxygen concentration is zero, a zone of <a class="alnk" name="&lid=ALINK" href="http://www.answers.com/topic/putrefaction" target="_top">putrefaction</a> will occur with the production of <a class="alnk" name="&lid=ALINK" href="http://www.answers.com/topic/hydrogen-sulfide" target="_top">hydrogen sulfide</a>, <a class="alnk" name="&lid=ALINK" href="http://www.answers.com/topic/ammonia" target="_top">ammonia</a>, and other <a class="alnk" name="&lid=ALINK" href="http://www.answers.com/topic/odorous" target="_top">odorous</a> gases. Because many fish species require a minimum of 4–5 mg of dissolved oxygen per liter of water, they will be unable to survive in this portion of the stream.</p> <p style="text-align: justify;">Direct exposures to toxic chemicals is also a health concern for individual aquatic plants and animals. Chemicals (e.g., <a class="alnk" name="&lid=ALINK" href="http://www.answers.com/topic/pesticide" target="_top">pesticides</a>) are frequently transported to lakes and rivers via runoff, and they can have <a class="alnk" name="&lid=ALINK" href="http://www.answers.com/topic/unintended" target="_top">unintended</a> and harmful effects on aquatic life. Toxic chemicals have been shown to reduce the growth, survival, reproductive output, and disease resistance of exposed organisms. These effects can have important consequences for the viability of aquatic populations and communities. <em>See also</em> <a class="ilnk" href="http://www.answers.com/topic/insecticide" target="_top">Insecticide</a>.</p> <p style="text-align: justify;">Wastewater discharges are most commonly controlled through effluent standards and discharge permits. Under this system, discharge permits are issued with limits on the quantity and quality of effluents. Water-quality standards are sets of <a class="alnk" name="&lid=ALINK" href="http://www.answers.com/topic/qualitative" target="_top">qualitative</a> and quantitative criteria designed to maintain or enhance the quality of receiving waters. Receiving waters are divided into several classes depending on their uses, existing or intended, with different sets of criteria designed to protect uses such as drinking water supply, bathing, boating, fresh-water and shellfish harvesting, and outdoor sports for <a class="alnk" name="&lid=ALINK" href="http://www.answers.com/topic/seawater" target="_top">seawater</a>. For toxic compounds, chemical-specific or whole-effluent toxicity studies are used to develop standards and criteria. In the chemical-specific approach, individual criteria are used for each toxic chemical detected in the wastewater. Criteria can be developed to protect aquatic life against acute and chronic effects and to <a class="alnk" name="&lid=ALINK" href="http://www.answers.com/topic/safeguard" target="_top">safeguard</a> humans against <a class="alnk" name="&lid=ALINK" href="http://www.answers.com/topic/deleterious" target="_top">deleterious</a> health effects, including cancer. In the whole-effluent approach, toxicity or <a class="alnk" name="&lid=ALINK" href="http://www.answers.com/topic/bioassay" target="_top">bioassay</a> tests are used to determine the concentration at which the wastewater induces acute or chronic toxicity effects. <em>See also</em> <a class="ilnk" href="http://www.answers.com/topic/hazardous-waste" target="_top">Hazardous waste</a>; <a class="ilnk" href="http://www.answers.com/topic/sewage-disposal-2" target="_top">Sewage disposal</a>; <a class="ilnk" href="http://www.answers.com/topic/sewage-treatment" target="_top">Sewage treatment</a>.</p>Handi Setio Buonohttp://www.blogger.com/profile/17745541839665127676noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3592119714378858704.post-65234657291566831672008-12-29T05:42:00.000-08:002008-12-29T05:43:43.535-08:00Indonesia Diambang Krisis Energi<p>Kegiatan pembangunan di Indonesia mengarah kepada industrialisasi, sehingga energi menjadi isu utama dan penting dalam kerangka menunjang model pembangunan tersebut. Krisis energi, terutama listrik, yang pernah terjadi menjelang akhir abad ke-20 mengisyaratkan bahwa suplai energi listrik tidak dapat mengimbangi tingginya laju permintaan. Pertumbuhan konsumsi energi listrik sebesar 15% per tahun cukup menakjubkan di mana hal ini juga setara dengan tingkat pertumbuhan energi total secara umum, yang mencapai di atas 8% per tahun pada kurun 1965-1980 –yang mana hal ini jauh di atas tingkat pertumbuhan energi negara industri sebesar 3% per tahun.</p>Seiring dengan meningkatnya konsumsi energi adalah meningkatnya permasalahan lingkungan hidup, mulai dari produksi energi (pertambangan dan proses pembuatan energi primer), transportasi (penyaluran) energi primer, produksi dan transmisi, serta distribusi energi sekunder (listrik). Pada areal pertambangan sumber energi fosil (seperti minyak bumi, batubara dan gas alam) terjadi perubahan bentang alam dan dampak terhadap lingkungan hidup yang harus menjadi perhatian. Demikian pula halnya dengan dampak lingkungan yang diakibatkan oleh beroperasinya pembangkit tenaga, baik tenaga gerak maupun tenaga lsitrik.Handi Setio Buonohttp://www.blogger.com/profile/17745541839665127676noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3592119714378858704.post-75529232661060428482008-12-29T05:21:00.000-08:002008-12-29T05:24:31.757-08:002 Tahun Lumpur Lapindo: Dua Tahun Rakyat Diabaikan<p>Jakarta, 27 Mei 2008 – Bencana luapan lumpur Lapindo di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, sudah berlangsung dua tahun. Hingga kini, lumpur Lapindo terus menyembur. Selama itu pula hak rakyat ikut dikubur. Hingga Selasa (27/5), semburan lumpur sudah menggenangi 14 desa di tiga kecamatan. Seluruh infrastruktur, seperti jalan tol, jalan raya, dan rel kereta, alami kehancuran perlahan. Namun, sejauh ini belum ada upaya konstruktif dilakukan untuk menyumbat sumber masalahnya. Padahal, tragedi kemanusiaan ini mengakibatkan semakin banyak warga yang tergusur dan menanggung kerugian moril dan materiil.<br /><br />“Luberan lumpur Lapindo telah menjebak banyak pihak. Tak hanya menyengsarakan warga korban, semburan lumpur juga menjerat anggaran negara. Padahal, telah jelas tercantum dalam amar putusan majelis hakim Nomor 384/PDT.G/2006/PN.JKT.PST tanggal 27 November 2007 bahwa, ’semburan lumpur akibat kekuranghati-hatian pengeboran yang dilakukan Lapindo karena belum terpasang casing atau pelindung secara keseluruhan,’” tegas Ivan Valentina Ageung, Manajer Litigasi WALHI.<br /><br />Seperti diketahui, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) diputus kalah di tingkat pengadilan negeri. WALHI menggugat Lapindo mengenai perbuatan yang membahayakan lingkungan, sedangkan gugatan YLBHI menyangkut pelanggaran hak asasi manusia.<br /><br />“WALHI akan terus memburu penjahat lingkungan sesuai prosedur hukum. Meski dinyatakan kalah di tingkat pengadilan negeri, upaya banding telah ditempuh WALHI, yakni dengan didaftarkannya upaya banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada Januari 2008 lalu,“ seru Ivan.<br /><br />Ketidakpastian hukum kasus lumpur Lapindo memperjelas kelemahan pemerintahan SBY. Di bawah ketiak korporasi, keduanya tak bisa berbuat banyak. Bung Hatta mengatakan, “lebih suka melihat Indonesia tenggelam ke dasar lautan daripada melihatnya sebagai embel-embel abadi daripada suatu negara asing.” Ini pula yang dialami oleh warga korban lumpur Lapindo di desa-desa Kecamatan Porong, Sidoarjo, Jawa Timur.<br /><br />Kini, luapan itu menyebabkan ribuan warga kehilangan tempat tinggal, sawah, dan pekerjaan, serta mengalami stres, ketakutan, dan kekerasan. Budi (33), salah seorang korban yang tinggal di tepi Jalan Tol Porong-Gempol mengurai kejengkelannya, “Ada permainan politik, dan yang pasti pemerintah belum berpihak kepada rakyat. Namun, kami tak akan menyerah”.<br /><br />Setali tiga uang, Berry Nahdian Furqan, Direktur Eksekutif Nasional WALHI juga menegaskan, “negara dan Lapindo belum berbuat maksimal untuk memulihkan kerusakan lingkungan dan hancurnya kehidupan yang dialami warga korban. Rakyat menilai, negara justru tunduk di bawah kaki Lapindo”.<br /><br />Sikap WALHI<br /><br />Sejak Mei 2006 silam, WALHI bersikap bahwa PT Lapindo Brantas harus bertanggung jawab sepenuhnya terhadap kejahatan kemanusiaan dan lingkungan yang terjadi di Porong, akibat kelalaian aktivitas pengeboran di Sumur Banjar Panji I, Porong, Sidoarjo.<br /><br />“Sebelum kondisi semakin buruk, sehingga tidak dapat dikendalikan sama sekali, pemerintah harus mendorong Lapindo untuk segera menutup pusat semburan lumpur dan menuntaskan tanggung jawabnya terhadap korban,” ujar Ivan.<br /><br />Pada Mei 2008 ini, PT Lapindo Brantas mengucurkan 80% dana sisa kepada beberapa korban semburan lumpur. “Hal lain yang harus dilakukan Lapindo adalah menyepakati mekanisme lain sebagai wujud tanggung jawabnya kepada korban semburan lumpur Lapindo yang berada di Pasar Baru Porong, Sidoarjo; dan warga korban sekitar yang berada di luar peta terdampak,” tukas Berry.<br /><br />Seperti diketahui, model penanganan yang dilakukan saat ini sebatas menunda peluasan luberan. Hal ini akan berdampak pada makin luasnya penghancuran daya dukung Kali Porong hingga ke Selat Madura, bahkan mengancam keselamatan masyarakat di sekitarnya. Luberan lumpur itu apabila dibiarkan akan memperburuk kondisi ekologi wilayah tersebut dan ekonomi masyarakatnya, terutama yang tinggal di desa-desa sepanjang Kali Porong.<br /><br />Kini, kondisi kawasan itu semakin membahayakan. Sedikitnya 15 tanggul penahan lumpur jebol dan menggenangi kawasan sekitarnya. Hingga pertengahan Mei ini, ada sekitar 90 semburan lumpur baru di sekitar rumah warga—semburan ini mengandung nitrogen dioksida (NO<sub>2</sub>) yang mudah terbakar dan hidrokarbon (HC) yang beracun.<br /><br />Di Siring Barat, misalnya, ditemukan hidrokarbon yang kandungannya lebih dari 266 kali ambang baku yang diperbolehkan. Gas itu tergolong berbahaya, bersifat karsinogenik—dapat menyebabkan kanker. Jika tidak segera dievakuasi, dampaknya terasa panjang.<br /><br />Akhirnya, WALHI meminta pemerintah segera mendesak Lapindo Brantas Inc menghentikan semburan lumpur dengan pelbagai metode yang diusulkan banyak ahli pertambangan. Dari segi teknologi, banyak orang Indonesia yang mempunyai keahlian menutup semburan. Jika tidak ditangani segera, kondisi ini dapat menenggelamkan wibawa negara. </p>Handi Setio Buonohttp://www.blogger.com/profile/17745541839665127676noreply@blogger.com0